like twitter
KECAMATAN KEDURANG
KECAMATAN KEDURANG
1. GEOGRAFI
Kecamatan
Kedurang terletak di sebelah timur laut Kabupaten Bengkulu Selatan.
Luas wilayah administrasinya menurut Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Bengkulu Selatan mencapai lebih kurang 23.455 hektar.
Di
sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Air Nipis dan Kecamatan
Seginim. Sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Sumatera Selatan.
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kaur dan sebelah selatan
berbatasan dengan Kecamatan Kedurang llir.
Berdasarkan
topografinya Kecamatan Kedurang berdasarkan ketinggian terbagi menjadi
empat kelompok, yaitu 0 – 100 meter diatas permukaan laut luasnya
mencapai 50,88 persen. Kedua, 100 – 500 meter luasnya 36,18 persen.
Ketiga, 500 – 1000 meter luasnya 5,94 persen dan yang keempat di atas
1000 meter (1000+) seluas 7 persen.
2. PEMERINTAHAN
Kecamatan Kedurang terdiri dari 19 desa dengan Ibukota pemerintahan atau kantor kecamatan terletak di desa Tanjung Alam.
3. PENDUDUK DAN KETENAGAKERJAAN
Jumlah penduduk Kecamatan Kedurang pada pertengahan 2009 sebanyak 11.226 jiwa
terdiri dari 5.684 laki-laki dan 5.542 perempuan. Adapun sebagian besar
penduduk yang ada di Kecamatan Kedurang (88%) berpenghasilan utama di
sektor pertanian.
4. PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN SOSIAL BUDAYA
Sarana Pendidikan yang ada di Kecamatan Kedurang terdiri dari 1 TK, 12 SD/MI, 3 SMP/MTS dan
1 SMU. Jumlah murid dan guru yang tertampung dalam sekolah- sekolah
tersebut yaitu 29 murid TK dengan 4 guru, 1.572 murid SD/MI dengan 113 guru, 633 murid SMP/MTS dengan 49 guru dan 425 murid SMU dengan 31 guru.
Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Kedurang terdiri dari 1 unit Puskesmas, 3 unit Puskesmas Pembantu dan 20 posyandu.
Berdasarkan
data P4B Tahun 2003, mayoritas penduduk Kecamatan Kedurang memeluk
agama islam dengan persentase sebesar (99,82%), kristen protestan
(0,14%), sementara yang beragama lainnya sebesar
(0,04%). Sehingga selain masjid/mushola sebanyak 22 buah, terdapat pula
sebuah gereja di desa Lawang Agung. Suku Pasemah mendiami sebagian besar
wilayah Kecamatan Kedurang (96,90 %), dan menjadikan bahasa Pasemah
sebagai bahasa daerah sehari-hari di Kecamatan Kedurang.
5.PERTANIAN
Luas
lahan bukan sawah menurut jenis penggunaan lahan di Kecamatan Kedurang
pada tahun 2009 terdiri dari lahan pekarangan 88 ha, tegal/ kebun 230
ha, ladang/huma 197 ha, penggembalaan/padang rumput 749 ha, lahan sementara yang tidak diusahakan 3.396 ha, ditanami pohon/ hutan rakyat 640 ha, hutan negara 3.701, perkebunan 4.654 ha, dan lain-lain 4.591 ha dan lahan lainya(kolam,tebat dll) 58 ha
Luas tanam lahan Padi pada tahun 2009 di Kecamatan Kedurang adalah 3.049 ha, dengan luas tanam Padi sawah seluas 3.020 ha dan Padi ladang 20 ha. Sementara luas tanam Palawija seperti Jagung adalah 184 ha, Kacang tanah 76 ha, Kacang hijau 23 ha, Ubi kayu 25 ha.
Populasi ternak yang ada di Kecamatan Kedurang diantaranya sapi 296 ekor, kerbau 658 ekor kambing 599, dan domba 58 ekor.
Populasi unggas yang terdapat di Kecamatan Kedurang adalah Ayam Buras
2.507 ekor, Ayam ras pedaging 6.812 ekor dan itik/itik manila sebanyak
818 ekor.
6. PERTAMBANGAN DAN ENERGI
Tidak terdapat lokasi penggalian golongan C di wilayah Kecamatan Kedurang. Jaringan listrik telah ada di seluruh desa. Tetapi masyarakat
di desa Batu Ampar masih menggunakan listrik tenaga surya akibat belum
terhubungnya jaringan listrik antara desa Rantau Sialang dengan desa
Batu Ampar.
7. ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
Sarana transportasi yang telah dibangun di wilayah Kecamatan Kedurang umumnya berupa jalan aspal (84,21 %). Sementara yang
lain (15,79%) berupa jalan yang diperkeras. Sarana komunikasi telepon
umum yang berasal dari program desa berdering bernama Pusyantip (Pusat
Layanan Telekomunikasi dan Informasi Perdesaan) juga telah masuk di
seluruh desa.
8. EKONOMI
Terdapat
28 industri kecil/rumah tangga yang menunjang perekonomian di Kecamatan
Kedurang. Sedangkan hanya ada sebuah pasar yang terletak di desa
Tanjung AlamSejarah Serunting sakti atau Sipahit lidah versi pasemah
SERUNTING SAKTI ALIAS SI PAHIT LIDAH
Sejarah Puyang Serunting Sakti
Serunting, itu nama aslinya., ada juga yg menyebutnya serunting sakti.
Cerita kesaktiannya telah dibicarakan sejak dulu di daerah sumatera bagian selatan., tak hanya provinsi sumsel, daerah kekuasaannya sampai jambi, bengkulu dan lampung., menurut legendanya dia pendekar yg baik hati dan bijaksana.,
Berbagai versi asal muasal puyang serunting Sakti.
1. Versi dari Suku Serawai ( Semidang Alas Bengkulu Selatan )
Berdasarkan cerira tutur, Suku Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul Serunting Sakti sendiri masih gelap. Sebagian orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab yang datang ke Bengkulu melalui Kerajaan Majapahit.
Asal-usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya. Asal-usul suku Serawai hanya diperoleh dari uraian atau cerita dari orang-orang tua. Sudah tentu sejarah tutur seperti ini sangat sukar menghindar dari masuknya unsur-unsur legenda atau dongeng sehingga sulit untuk membedakan dengan yang bernilai sejarah. Ada satu tulisan yang ditemukan di makam Leluhur Semidang Empat Dusun yang terletak di Maras, Talo. Tulisan tersebut ditulis di atas kulit kayu dengan menggunakan huruf yang menyerupai huruf Arab kuno. Namun sayang sekali sampai saat ini belum ada di antara para ahli yang dapat membacanya.
Berdasarkan cerita para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul Serunting Sakti sendiri masih gelap, sebagian orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang datang ke Bengkulu melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, Serunting Sakti meminta sebuah daerah untuk didiaminya, dan oleh Raja Majapahit dia diperintahkan untuk memimpin di daerah Bengkulu Selatan. Ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari langit, ia turun ke bumi tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara Puyang Kepala Jurai dengan Puteri Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat cerita singkat mengenai seorang puteri yang bernama Puteri Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo Megat, yang memiliki dua orang anak yakni Rajo Mawang dan Puteri Senggang. Dalam tembo tersebut kisah mengenai Rajo Mawang terus berlanjut, sedangkan kisah Puteri Senggang terputus begitu saja. Hanya saja ada disebutkan bahwa Puteri Senggang terbuang dari keluarga Rajo Mawang.
Apabila kita simak cerita tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada hubungannya dengan kisah Puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa Puteri Senggang inilah yang disebut oleh orang Serawai dengan nama Puteri Tenggang. Dikisahkan bahwa Puyang Kepala Jurai yang sangat sakti jatuh cinta kepada Puteri Tenggang, tapi cintanya ditolak. Namun berkat kesaktiannya, Puyang Kepala Jurai dapat melakukan hubungan seksual dengan puteri Tenggang, tanpa disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat dari perbuatan ini Puteri Tenggang menjadi hamil. Setelah Puteri Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Puteri Tolak Merindu barulah terjadi pernikahan antara Putri Tenggang dengan Puyang Kepala Jurai, itupun dilakukan setelah Puteri Tolak Merindu dapat berjalan dan bertutur kata.
Setelah pernikahan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi memperoleh anak untuk jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala Jurai mengangkat tujuh orang anak, yaitu: Semidang Tungau, Semidang Merigo, Semidang Resam, Semidang Pangi, Semidang Babat, Semidang Gumay, dan Semidang Semitul. Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh seorang putera yang diberi nama Serunting. Serunting inilah yang kemudian menjadi Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting Sakti berputera tujuh orang, yaitu :
Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang Alas), Bengkulu Selatan;
Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat;
Serampu Raye, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT);
Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat;
Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.
Putera Serunting Sakti yang bernama Serampu Sakti mempunyai 13 orang putera yang tersebar di seluruh tanah Serawai. Serampu Sakti dengan anak-anaknya ini dianggap sebagai cikal-bakal suku Serawai. Putera ke 13 Serampu Sakti yang bernama Rio Icin bergelar Puyang Kelura mempunyai keturunan sampai ke Lematang Ulu dan Lintang.
2. Versi Suku Gumay Besemah.
Diantara beragam versi tentang Legenda Puyang Si Pahit Lidah, maka kami ber inisiatif untuk membuka sedikit wacana ini menurut catatan / tambo sejarah yang ada pada silsilah keluarga kami.
Maka Beliau yang namanya kami ambil sebagai Nickname di KWA ini ( Pangeran Sukemilung ) menurut tambo / sejarah GUMAY adalah keturunan dari seseorang yang bernama DIWE GUMAY.Kisah itu sebagai berikut….
Bahwa GUMAY adalah nama seorang DIWE yang turun kedunia dan mulai betapak di Padang Selase ( Bukit Siguntang ) di palembang. Ngawak Diwe mule-mule :
Diwe Gumay beristrikan anak Ratu Bengkulu. Waktu tersebut hampir bersamaan dengan terjadinya perang antara Bengkulu dan Aceh.Menurut ceritanya, Diwe Gumaylah yang dipanggil oleh bakal istrinya untuk menyudahi perang tersebut. Sehingga membuat perang tersebut berakhir dengan istilah : Atjeh kalah-Bengkulu Silah.
Dari pernikahan itu, Diwe Gumay mempunyai dua anak :
Ratu Iskandar Alam
Ratu Selibar Alam.
( Ratu Selibar Alam pergi ke Pagaruyung-Minangkabau dan keturunannya ada dipagaruyung )
Ratu Iskandar Alam, berputra :
Ratu Djemenang Sakti, berputra :
Ratu Gandjaran, berputra :
Ratu Menggale ( Semenggale ), berputra :
Ratu Semenggali, berputra :
Ratu Berdjunjang Sakti, berputra :
Ratu Radje Kuase ( Meradje Mengkuse ), berputra :
Ratu Radje Mude ( Ratu Kebuyutan ), yaitu Ratu terakhir.
Ke sembilan Ratu ini disebut “ RATU SEMBILAN DJUNDJANG “ ( Gilir ). Dari keturunan yang kesembilan ini, Ratu Radje Mude ( Ratu Kebuyutan ) mempunyai dua orang anak.
Raden Simbang Gumay ( Pangeran Sukemilung ) disebut juga Puyang Sukemilung
Putri Renik Debung. Beliau menjadi istri Puyang Saing Nage didalam laut.
Pangeran Sukemilung sendiri mempunyai 9 orang anak dari 2 istri. Anak-anak beliau ini disebut PUYANG SEMBILAN BERADEK. Nama anak-anak beliau adalah :
Puyang Remandjang Sakti, napak BALAI BUNTAR-Lubuk sepang, Lahat.
Puyang Intan permata Djagat,ngadekan ds.Prabu menang. Puntang Suku Merapi.
Puyang Pandjang,di Panda Enim.
Puyang Endang, di Lintang Kanan.
Puyang Remindang, ditangga Rase ( Manna )
Puyang Limpak, di Air Balui ( Musi Ulu )
Puyang Limparan, di Lubuk – Kayu Are
Puyang Untu, di Niru / Rambang Prabumulih
Puyang Remuntu, di Tjinte Mandi ( Redjang Bengkulu )
Dan keturunan selanjutnya sampai sekarang adalah anak cucu dari Puyang Remandjang Sakti. Kembali pada Kisah Puyang Si Pahit Lidah ( Pangeran Sukemilung ), beliau mempunyai nama dan gelar yang banyak. Masyarakat Palembang dan sekitarnya mengenal beliau dengan nama-nama- antara lain dibawah ini :
Diwe Sekilung / Sukemilung / Semidang : Nama Saat Sedang Musafir
Diwe Serunting : Nama Asli
Diwe Rakuan : Nama Saat Berperang
Diwe Lenggang Pati : Nama Keramat Bisa Mendatangkan Ribuan Angin Berdengung
Diwe Lian Pati : Nama Budi Pekerti Lemah Lembut Dan Shabar
Diwe Malin Pati : Nama Kebesaran Pemimpin
Ini sekilas sejarah dan silsila dari Serunting Sakti dari berbagai versi daerah.
Artikel ini hanya sekedar sharing saja, bukan untuk di perdebatkan. Jika ada pembaca yang lebih paham tentang Legenda ini, kami persilahkan untuk mengkoreksinya dan meluruskan. Sepanjang hal itu dapat menambah nilai-nilai kebersamaan, serumpun dan seketurunan guna menjaga nasab dari pelaku sejarah yang menjadi Legenda Sumatera Selatan ini.
Jika merujuk dari kisah-kisah yang dituturkan masyarakat, menggambarkan bahwa si Serunting Sakti ini memiliki jiwa satria dan ilmu yang sangat sakti mandraguna.
Jejak – Jejak Si Serunting Sakti / Si Lidah Pahit.
Berikut beberapa tempat yang menjadi lokasi yang diduga pernah disinggahi oleh Serunting Sakti alias silidah pahit.
1. Gua Putri dan Batu Putri
Bila Anda sudah mencapai Baturaja, sempatkanlah untuk mengunjungi Wisata Goa Putri yang terkenal dengan cerita mengenai seorang putri dengan perangkat istananya yang sudah menjadi stalagtit dan stalagmit ini. Goa Putri terletak di Desa Padang Bindu, Kecamatan Pengandonan, sekitar 35 km dari kota Baturaja.
Goa Putri
Konon menurut legenda, Dahulu disini pernah hidup seorang putri bernama Puteri Dayang Merindu bersama keluarganya. Pada suatu hari Sang Puteri sedang mandi di muara sungai Semuhun, sungai OKU. Jaraknya kurang lebih 1 km dari Gua ini. Lewatlah seorang pengembara ditempat itu. Tatkala melihat Sang Puteri timbul perasaan ingin menyapa, namun saat itu tidak mendapat perhatian sama sekali sehingga dia merasa gusar. “Sombong sekali puteri ini, diam seperti batu” ujarnya. Tiba-tiba saja tubuh Puteri Dayang Merindu berubah menjadi batu.
Inilah Batu yang disebut –sebut sebagai Batu Putri
“Pada saat banjir melanda daerah ini tahun 1982, jembatan penghubung desa ke seberang hancur dihantam air. Air sudah sangat tinggi, tapi anehnya Batu Putri ini tidak tenggelam ataupun roboh. Percaya atau tidak, kalau batu putri sampai tenggelam atau roboh maka dunia kiamat”.
Itu hanya sedikit dari banyak komentar masyarakat pribumi tentang batu putri yang dinilai mengandung hal yang mistis bagi penduduk sekitarnya.
Batu ini berdiri anggun ditengah air, bagian atasnya diselimuti oleh tumbuh-tumbuhan dan rumput. Dipercaya sebagai penjelmaan Putri Dayang Merindu, Puyang terdahulu bagi masyarakat ogan ulu yang menurut legenda dikutuk oleh Pendekar Serunting Sakti (Puyang Pahit Lidah) menjadi batu saat tengah mandi.
Kemudian Sang Pengembara memasuki desa, ketika tampak desa yang sepi karena penduduk sedang bekerja disawah dia kembali berkata “Katanya desa tetapi sepi seperti goa batu”. Dan seperti tadi desa tersebut berubah menjadi goa batu. Ternyata Pengembara tersebut adalah Si Serunting Sakti yang dijuluki Si Pahit Lidah, yang bila menyumpah semua yang terkena akan menjadi batu. Ternyata si Pahit Lidah tidak hanya menyumpah sang Putri saja. Ia juga mendatangi Gua kediaman sang Putri beserta keluarganya. Konon kabarnya semua yang berada di dalam Gua ikut disumpahnya menjadi batu. Dan kini beberapa bentuk batu gua yang ada didalam bisa diceritakan oleh Guide.
Dayang Merindu yang dikutuk Serunting Sakti atau Sipahit Lidah, diyakini warga sekitar berasal dari Sunda. Keyakinan mereka berdasarkan penerawangan dari sejumlah paranormal yang pernah melakukan penerawangan di gua Putri, di Desa Padangbindu Kecamatan Semidangaji Kabupaten OKU. Keyakinan bahwa Putri Dayang Merindu berasal dari pulau Jawa dikuatkan dengan pernah datangnya salah seorang keturunan sunan yang mengaku, bahwa sang putri masih memiliki keturunan dengan salah satu sunan. Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, mereka memperkirakan bahwa Putri Dayang Merindu merupakan istri dari salah satu raja yang ada di pulau Jawa pada saat itu.
Saat anda akan memasuki Goa Putri anda akan menemukan sebuah suguhan menarik yang dapat membuat anda meresapi nilai Historis Goa Putri. Didalam Gua terdapat ruang tamu, pemandian putri, pembaringan putri, pendapuran ( dapur ), balai pertemuan, lumbung padi, singgasana sang Raja dan dua ekor sang penjaga Gua yaitu patung Harimau. Nah, biar gak makin penasaran, ayo mulai menelusuri Gua yang terlihat dari luar sangat besar dan indah. Untuk memasuki Gua, Kita harus naiki puluhan anak tangga yang diapit oleh dua batu besar. Mendekati Gua terdapat Stalaktit ukuran sedang menjulang dari atas sampai pinggang orang dewasa di tengah jalan setapak yang dilewati.
Saat melewati stalaktit itu pak Jafri ( Guide ) memukul satu kali batu itu. kenapa harus memukul batu yang menghasilkan suara berdengung. Menurutnya, itu adalah salah satu tanda sebagai salam untuk masuk ke dalam gua. Kita pun mengikuti memukul batu itu sebagai salam untuk masuk ke dalam gua. Sesampainya di mulut Gua, pemandangan sangatlah menakjubkan. Beberapa batu ukuran raksasa menyambut kedatangan kita. Memasuki dalam Gua, suasana sejuk tapi lembab mulai terasa dengan aroma tanah khas sebuah Gua pada umumnya.
Gua ini memiliki panjang kurang lebih 180 meter yang bisa ditelusuri. Tapi menurut sang Guide masih panjang lagi namun belum terbuka untuk umum. Lokasi ini juga sudah ada jalan setapak yang terbuat dari semen yang di cor dan pagar sebagai pengaman. Untuk penerangan Gua telah dipasangi lampu di beberapa titik oleh pengelola, jadi buat para pengunjung tidak usah khawatir gelap-gelapan.
Setelah memasuki Gua, pada bagian tengah terdapat kumpulan stalaktit yang patah didasar Gua. Konon batu ini adalah Kembang dadar hiasan sebagai pintu masuk rumah sang Putri. Masuk kedalam lagi terdapat ruang tamu yang cukup luas berada diatas batu ukuran raksasa yang sangat lebar. Disamping ruangan itu terdapat kolam nya sang putri. Kolam ini berfungsi sebagai taman air yang kalau ini seperti kolam ikan. Nah tepat di tengah kolam itu terdapat pendapuran ( dapur ) yang pada ujung dalamnya terdapat bak penampungan air dari batu alami yang berbentuk cekungan dan airnya tidak pernah kering.
Dari tempat ini menuruni anak tangga dan menemukan balai pertemuan yang terbuat dari batu lempengan ukuran raksasa juga. Menurut cerita, dahulu kala berfungsi sebagai panggung atau balai pertemuan. Dari tempat ini ada juga anak tangga yang menuju ke lantai dua yang berfungsi sebagai ruangan istrihat. Namun sayang tangga untuk naiknya sudah keropos. Menuju lokasi lain, berikutnya adalah pembaringan sang Putri yang berada diatas batu yang lumayan agak tinggi.
Nah, dibawahnya terdapat kolam pemandian sang Putri yang terkenal menurut mitos masyarakat disini, jika mandi atau mencucui muka di pemandian ini maka akan terlihat awet muda. Air yang melintasi gua ini adalah muara air dari perbukitan yang di sebut aliran air Sumuhun ( permohonan ). Ternyata airnya sangat dingin dan segar sekali sewaktu membasuh muka.
Banyak juga para wisatawan yang datang untuk mandi di lokasi ini setiap harinya. Airnya yang jernih dengan dasar batu kali kecil yang dangkal seukuran betis orang dewasa menjadikan tempat ini sangat diminati orang-orang. Masih menurut pak Jafri, pada tahun 1825 sampai 1835, Gua ini juga pernah menjadi persembuyian masyarakat desa dari penjajahan Belanda. Dan Gua ini juga dikenal dengan Shoman Dusun yang berarti Gua Desa.
Penelusuran kelokasi berikutnya. Untuk melihat patung sang Harimau ternyata kita harus menaiki tangga menuju tempat yang cukup luas dengan bebatuan besar dibagian belakangnya. Patung dua Harimau penjaga itu terdapat di mulut lubang yang tidak terlalu besar di seberang berjarak kurang lebih 40 meter, sekilas memang dua batu di mulut lubang itu seperti Harimau yang sedang duduk berjaga-jaga. Dari tempat kita berdiri ternyata masih bisa menuju ke dalam Gua lebih dalam. Namun saat ini akses kedalam masih gelap dan tertutup batu besar. Asiknya, diatas batu besar itu terdapat juga lobang besar menuju ke atas bukit. Lubang ini juga menjadi salah satu penerangan Gua yang besar ini.
Usai melihat dua patung Harimau, kita bisa menuju pintu keluar yang dinamakan pintu Ajaib. Diberi nama Pintu Ajaib dikarenakan sebesar apapun orang yang akan keluar dari Gua ini pasti bisa melewati pintu ini. Padahal, celah batu sempit yang dinamakan pintu Ajaib ini tergolong lumayan kecil. Oh ya, untuk melewati pintu ini ternyata ada caranya. Saat melewati, bahu kiri harus berada di depan. Usai keluar dari pintu ajaib, terdapatkan pemandangan teras luar gua sangat luas. Di bagian ini juga terdapat lumbung padi dan singasana sang raja.
Berdampingan dengan Goa Putri terdapat Goa Harimau, tempat ditemukannya situs kerangka manusia yang berumur ± 3.000 tahun yang lalu oleh Pusat Penelitian dan pengembangan Arkeologi Nasional Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Goa ini terletak di desa Padang Bindu Kecamatan Semidang Aji yang berjarak ± 500 meter dari Goa Putri. Dari hasil penelitian Tim Arkeologi, di Goa ini ditemukan dua kerangka manusia yang masih utuh dan beberapa kerangka yang tidak utuh lagi, serta serpihan-serpihan bebatuan yang diduga sebagai peralatan yang digunakan mereka. Selain itu pada dinding Goa Harimau terdapat beberapa gambar lukisan yang sampai sekarang masih diteliti.
2. Danau Ranau, OKU.
Danau Ranau berjarak kira2 342 km dari kota palembang, 130 km dari kota Baturaja
Keindahan Danau Ranau tak terbantahkan lagi. Namun, letaknya yang jauh dari pusat kota, Palembang, membuat objek wisata ini ibarat “misteri”. Keindahannya tersaput kabut. Oleh karena itu, meskipun indah, wisatawan yang berkunjung ke sini masih bisa dihitung dengan jari. Sama seperti awal terbentuknya danau itu yang dilingkungi misteri. Kendati secara ilmiah terbentuk melalui sebuah proses alam, masyarakat setempat percaya ada misteri yang melatarbelakangi terciptanya danau ini.
Mencapai lokasi ini, selain dari Palembang, juga bisa dijangkau dari Provinsi Lampung. Danau Ranau merupakan danau terbesar dan terindah di Sumatera Selatan yang terletak di Kecamatan Banding Agung, Kabupaten OKU Selatan (dahulu masuk dalam wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu). Berjarak sekitar 342 kilometer (km) dari Kota Palembang, 130 km dari Kota Baturaja, dan 50 km dari Muara Dua, ibu kota OKU Selatan, dengan jarak tempuh dengan mobil sekitar tujuh jam dari Kota Palembang. Sementara itu, dari Bandar Lampung, danau ini bisa ditempuh melalui Bukit Kemuning dan Liwa.
Konon kabarnya hidup seorang yang sangat sakti yaitu Si Pahit Lidah, karena saking lidahnya pahit dapat mengkutuk orang, binatang, atau benda apapun menjadi batu. Hal ini dipercaya karena adanya situs peninggalan zaman dahulu kala yaitu BATU KEBAYAN (candi sepasang pengantin) yang puing-puingnya masih tersisa di dekat Desa Jepara, kecamatan Buay Pematang Ribu Ranau Tengah, kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan. Dan konon dipercaya banyaknya situs (arca atau patung) di daerah Ranau seperti: Batu Lesung, di Subik dan sebagainya adalah akibat sumpah dari Si Pahit Lidah.
Batu Kebayan ( Batu sepasang Pengantin ).
konon kabarnya pula, ada seorang yang sangat sakti dari daerah lain yaitu Si Mata Empat, yang ingin menguji kesaktian Si Pahit Lidah.
Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat adalah dua jawara gagah berani yang menjadi legenda terkenal bagi masyarakat Banding Agung. Mereka amat disegani lawan-lawannya. Baik si Pahit Lidah maupun si Mata Empat, keduanya merasa paling hebat di antara keduanya.
Si Mata Empat pun menjadi geram dan rasanya ingin segera menghajar si Pahit Lidah. Dia mengetahui kelemahan dari si Serunting yaitu tidak kebal dengan batang Bambu Kuning yang telah jadi jemuran ( dalam bahasa daerah setempat disebut ” BembanAur Kuning” ). Namun niatnya tersebut diurungkan karena kalau berkelahi secara langsung tentu dia akan kalah dengan kutukan lidahnya yang pahit itu.
Akhirnya, karena ingin membuktikan siapa yang benar-benar lebih hebat di antara mereka berdua, mereka sepakat untuk bertemu dan mengadu kekuatan masing-masing.
Maka tibalah pada hari yang sangat menentukan itu. Mata Empat menggunakan permainan licik yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. Caranya, secara bergiliran keduanya harus tidur menelungkup di bawah rumpun bunga aren. Lalu, bunga aren di atas akan dipotong oleh salah satu di antara mereka. Siapa bisa menghindar dari bunga dan buah aren yang lebat dan berat itu, dialah yang akan disebut jawara sakti. Setiap orang diberi kesempatan memotong tiga kali bila buah yang di jatuhkan belum mengenai musuh. Si Pahit Lidah tidak mengetahui kalau Mata Empat telah berbuat licik terhadapnya. Didalam tandan buah enau telah di pasangi bambu runcing dari batang Bambu Kuning ( Bemban Aur Kuning ) yang merupakan kelemahan dari ilmu kebalnya. Tapi si Pahit Lidah menerima saja tantangan Mata Empat tersebut.
Lalu dengan sistem undian yang telah mereka sepakati si Mata Empat mendapat giliran pertama. Sesuai namanya, si Mata Empat juga memiliki dua mata lain, yakni di belakang kepalanya.
Dengan secepat kilat si Pahit Lidah lalu memanjat pohon aren yang ada di tepi danau tersebut.
Dengan tenangnya si Mata Empat menelungkup di bawah pohon. Cring…byar…buah aren berhasil di potong dan di jatuhkan oleh si Pahit Lidah.
Tentu saja si Mata Empat bisa melihat arah jatuhnya buah aren tersebut. mata di kepala mata empat bisa melihat ketika bunga aren jatuh meluncur ke ke arah Mata Empat. Dengan mudahnya si Mata Empat bisa menghindar dari runtuhan buah aren tersebut.
Dengan kesal si Pahit Lidah memotong buah aren yang lebih besar. Tapi si Mata Empat dapat menghindar lagi dari jatuhan buah aren tersebut.
Mata Empat dengan sombongnya mempersilahkan Si Lidah Pahit untuk melakukan sekali lagi. Dengan perasaan hampir putus asa, Pahit Lidah memotong buah aren yang lebh besar dari yang ketiga. Tapi dengan kemempuan yang dimilikinya, Mata Empat bisa menghindar untuk ketiga kalinya dari jatuhan buah aren tersebut.
Dengan perasaan kecewa Pahit Lidah turun dari pohon aren tersebut. Kini giliran si Pahit Lidah untuk manjat pohon aren. Dengan secepat kilat juga si Mata Empat memanjat dan si Pahit Lidah sudah menelungkupkan badannya di bawah rumpun pohon itu.
Mata empat pun dengan alat yang telah di siapkannya memotong buah aren tersebut. Clazzz…gugusan buah are itu meluncur deras ke bawah.
Si pahit lidah tak bisa mengetahui hal itu. Badannya tetap berada persis di bawah luncuran itu. Ia tak menghindar.
Pahit Lidah berteriak kesakitan sejadi-jadinya. Buah aren yang besar dan berat serta bambu runcing dari Bemban Aur Kuning tersebut mengenai tubuh si Pahit Lidah. Tubuhnya bersimbah darah dan ia tewas seketika secara mengenaskan.
Si Mata Empat senang, dan merasa puas. Ia bisa membuktikan pada semua orang, dirinyalah yang lebih sakti dari si Pahit Lidah.
Namun rasa ingin tahunya muncul, mengapa lawannya itu mendapat julukan si Pahit Lidah? Benarkah lidahnya memang pahit? Lalu karena penasaran, ia cucukkan jarinya ke dalam mulut si pahit lidah yang sudah mati itu. Setelah itu, dijilatnya jarinya sendiri yang sudah terkena liur di Pahit Lidah.
Ternyata, rasanya pahit sekali. Rasanya lebih pahit dari akar empedu.
Rupanya itu racun yang mematikan. Si Mata Empat pun mengerang-erang kesakitan memegangi tenggorokannya. Tapi apa mau dikata. Racun tersebut telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan seketika itu juga tubuhnya membiru. Maka si Mata Empat pun juga tewas di tempat yang sama. Akibat terlalu sombong dan angkuh. Merasa dirinya paling hebat di dunia ini, padahal masih ada yang lebih hebat sejagat raya ini yaitu Allah SWT.
Lokasi yang diyakini makam dari Si Lidah Pahit dan Si Mata Empat
Kedua jawara ini lalu dimakamkan oleh penduduk setempat di tepi Danau Ranau yang menjadi saksi sejarah pertarungan antara si Pahit Lidah dan si Mata Empat. Menurut juru kunci kuburan, H Haskia, di sini terdapat dua buah batu besar. Satu batu telungkup diyakini sebagai makam Si Pahit Lidah dan satu batu berdiri sebagai makam Si Mata Empat.
Makam keduanya terletak di kebun warga Sukabanjar bernama Maimunah. Untuk menuju ke lokasi, selain naik perahu motor dari Lombok, bisa juga dengan berkendaraan.
Makam Puyang Serunting
Batu Lesung Bintang
merupakan peninggalan sejarah dari Marga Bindung Langit Lawang Kulon sebagai asal mula Baturaja. Ada beberapa peninggalan sejarah sebagai bagian dari BatuLesung Bintang ini, antara lain batu berukir (berbentuk sandi & peta wilayah) dan batu berbentuk tapak kaki.
3. Batu Macan.
Batu Macan
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Sepertinya pribahasa ini cocok digunakan sebagai ungkapan bahwa di mana pun kita berada harus menaati peraturan-peraturan yang telah diterapkan masyarakat sekitar tempat kita tinggal. Begitu juga dengan Batu Macan. Objek wisata yang tak hanya bernilai seni tapi juga sarat makna dan pesan.
Batu Macan tepatnya adalah simbol yang diyakini masyarakat sebagai wujud nyata paraturan adat (perdat) yang harus dipatuhi. Diperkirakan, Batu Macan yang terdapat di Desa Pagar Alam Kecamatan Pulau Pinang Kabupaten Lahat ini, sudah ada sejak zaman Majapahit pada abad 14 lalu. Sebagai simbol, Batu Macan ini merupakan bentuk penjagaan atau pagar terhadap perzinahan dan pertumpahan darah dari empat daerah, yakni Pagar Gunung, Gumay Ulu, Gumay Lembah, dan daerah Gumay Talang.
Ketika koran ini mengunjungi peninggalan bersejarah tersebut, diperoleh keterangan dari Jurai Tue Adat (Sesepuh. red) Idrus (62). Dituturkan Idrus, kisah adanya Batu Macan erat kaitannya dengan legenda Si Pahit Lidah yang beredar di masyarakat. Kisah berawal dari adanya seekor macan yang kerap kali mengganggu masyarakat desa di empat wilayah tersebut.
Keganasan macan yang semakin merajalela kepada penduduk, membuat Si Pahit Lidah memperingati macan untuk tidak meneruskan kelakuannya, namun sampai tiga kali teguran tidak pernah dipatuhinya dan macan terus saja mengganggu penduduk.
Ketika Si Pahit Lidah sedang bersantai dan berjemur di batu penarakan sumur tinggi, dari jauh dilihatnya seorang wanita sedang menjemur padi sambil menggendong anaknya, dan pada saat yang sama datang seekor macan dari arah belakang wanita secara mengendap-endap untuk menerkam wanita bersama anak yang ada di gendongannya.
Melihat itu, kembali Si Pahit Lidah memperingati macan, namun sayangnya teguran itu tidak juga membatalkan niatnya untuk menerkam wanita tersebut, sampai akhirnya Si Pahit Lidah berucap “Aii, dasar batu kau nii!” dan tiba-tiba macan tersebut berubah menjadi batu.
Anehnya, bukan hanya macan yang menerima kutukkan dari Si Pahit Lidah, wanita berserta anak yang sedang digendongnya turut menjadi batu. Setelah diselidiki, ternyata wanita tersebut adalah wanita pezinah dan anak yang sedang digendongnya adalah anak hasil perzinahan.
Dari kisah itu, lanjut Idrus, apabila seseorang diketahui berzinah, maka terdapat hal-hal yang harus dilakukan oleh si pelaku yakni menyembelih kambing sebagai basoh rumeh (pembersih rumah. red), dan apabila si wanita mengandung dan melahirkan, maka harus menyembelih kerbau sebagai basoh marge (pembersih lingkungan. red). Hanya saja, sebelum kedua hewan tersebut disembelih maka pelaku harus dikucilkan dan tidak boleh bergaul seperti diungsikan di daerah lain atau di pegunungan, dan akan dapat diterima di masyarakat kembali setelah memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut.
4. Tari Kebagh.
Pantai Wayhawang yang terletak di kecamatan Maje kabupaten Kaur sudah lama dijadikan tempat pariwisata. Wisata pantai Wayhawang yang terletak di desa Wayhawang, setiap tahunnya di saat hari-hari tertentu ramai dikunjungi orang untuk berlibur dan bersantai bersama keluarga, maupun orang terdekat di hati. Keindahan pantai ini sudah lama tersohor di Bengkulu, dengan keindahan alam yang dimilikinya. Berbagai cerita sejarah terdapat di pantai Wayhawang, di antaranya cerita Si Pahit Lidah. Keindahan Batu Jung, seperti halnya tanah lot di Bali, Batu Jung memiliki secarah tersendiri. Konon cerita asal mula terbentuknya Batu Jung dari sebuah kapal yang disumpah oleh si Pahit Lidah menjadi batu.Selain batu jung, ada lagi cerita menarik lainnya, sehingga pantai Wayhawang memiliki kenangan tersendiri di masa lampau. Namun, keindahan alam di Pantai Wayhawang sudah jauh menurun jika dibandingkan dengan puluhan tahun sebelumnya. Semoga pantai yang dahulu menjadi tujuan utama pariwisaata di kaur dapat kembali menjadi tujuan wisata di Bengkulu, khususnya di Kaur.
Menurut mitos batu ini berasal dari sebuah kapal, mengapa terjadinya kutukan si pahit lidah karena pada saat itu di sekitar kapal ada seseorang yang sedang mencari ikan, lalu datanglah seorang bapak-bapak( si pahit lidah ) yang sedang berjalan disekitar tepi pantai.
Dia meminta api pada sang pemilik kapal itu dia memanggil-mangil tapi seperti sama kali tak dihiraukan, sebenarnya bukan karena tak dihiraukan tetapi jarak kapal itu cukup jauh dari tepi pantai sehingga tidak terdengar oleh pemilik kapal itu. Sipahit lidah murka dan dikutuknya lah kapal itu menjadi batu, maka berubahlah kapal itu menjadi batu.
Kalau dilihat bentuk batu itu mirip sekali dengan sebuah kapal/perahu. Sangat pas buat berlibur bersama keluarga di akhir pekan sambil menghilangi penat setelah satu minggu menjalani aktifitas.
7. Batu Titian.
Mendengar nama Sipahit Lidah, pikiran kita secara tidak langsung tertuju ke daerah Sumatera Selatan. Siapa sangka, legenda Sipahit Lidah juga ada di wilayah Merangin Propinsi Jambi. Salah satu daerah Merangin yang menurut cerita juga menjadi tempat petualangan Sipahit lidah adalah daerah Tabir Ulu. Menurut cerita yang berkembang di tengah masyarakat, di Tabir Ulu Sipahit lidah mempunyai musuh bebuyutan seorang Raja yang bernama Rajo Banting. Salah satu bukti permusuhan tersebut ditandai dengan adanya sebuah batu titian Rajo Banting yang berasal dari kayu sungkai yang kini telah menjadi batu disumpah oleh Sipahit Lidah.. Batu titian tersebut saat ini berada di anjungan rumah adat Sarko di Taman Rimba Kota Jambi.
Jadi jangan salah, legenda Sipahit lidah tidak hanya ada di daerah Sumatera Selatan, tetapi juga berkembang di Merangin Propinsi Jambi. Di Jambi, legenda Sipahit lidah tersebar di beberapa daerah Kabupaten antara lain Kabupaten Merangin, Muara Bungo dan Kabupaten Sarolangun..
8. Asal mula danau Tes.
Alkisah, di Dusun Kutei Donok, Tanah Ranah Sekalawi (atau daerah Lebong sekarang ini), hidup seorang sakti bersama seorang anak laki-lakinya. Oleh masyarakat Kutei Donok, orang sakti itu dipanggil si Lidah Pahit. Ia dipanggil demikian, karena lidahnya memiliki kesaktian luar biasa. Apapun yang dikatakannya selalu menjadi kenyataan. Meski demikian, ia tidak asal mengucapkan sesuatu jika tidak ada alasan yang mendasarinya.
Pada suatu hari, si Lidah Pahit berniat untuk membuka lahan persawahan baru di daerah Baten Kawuk, yang terletak kurang lebih lima kilometer dari dusun tempat tinggalnya. Setelah menyampaikan niatnya kepada para tetangganya dan mendapat izin dari Tuai Adat Kutei Donok, ia pun segera menyiapkan segala peralatan yang akan dipergunakan untuk membuka lahan persawahan baru.“Anakku, kamu di rumah saja! Ayah hendak pergi ke daerah Baten Kawuk untuk membuka lahan persawahan baru,” ujar si Lidah Pahit kepada anaknya. “Baik, Ayah!” jawab anaknya.
Setelah berpamitan kepada anaknya, si Lidah Pahit pun berangkat dengan membawa kapak, parang, dan cangkul. Sesampainya di daerah Baten Kawuk, ia pun mulai menggarap sebuah lahan kosong yang terletak tidak jauh dari Sungai Air Ketahun. Si Lidah Pahit memulai pekerjaannya dengan menebangi pohon-pohon besar dengan kapak dan membabat semak belukar dengan parang. Setelah itu, ia pun segera mencangkul lahan kosong itu. Tanah-tanah cangkulannya ia buang ke Sungai Air Ketahun.
Setelah dua hari bekerja, si Lidah Pahit telah membuka lahan persawahan seluas kurang lebih setengah hektar. Bagi masyarakat Kutei Donok waktu itu, termasuk si Lidah Pahit, untuk membuka lahan persawahan seluas satu hektar dapat diselesaikan dalam waktu paling lama satu minggu, karena rata-rata mereka berbadan besar dan berotot. Alangkah senang hati si Lidah Pahit melihat hasil pekerjaannya itu.
Pada hari ketiga, si Lidah Pahit kembali ke Baten Kawuk untuk melanjutkan pekerjaannya. Ia bekerja dengan penuh semangat. Ia tidak memikirkan hal-hal lain, kecuali menyelesaikan pekerjaannya agar dapat dengan segera menanam padi di lahan persawahannya yang baru itu.Namun, tanpa disadari oleh si Lidah Pahit, para ketua adat dan pemuka masyarakat di kampungnya sedang membicarakan dirinya. Mereka membicarakan tentang pekerjaannya yang selalu membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun, sehingga menyebabkan aliran air sungai itu tidak lancar. Kekhawatiran masyarakat Kutei Donok yang paling besar adalah jika si Lidah Pahit terus membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun akan menyumbat air sungai dan mengakibatkan air meluap, sehingga desa Kutei Donok akan tenggelam.
Melihat kondisi itu, ketua adat bersama tokoh-tokoh masyarakat Kutei Donok lainnya segera bermusyawarah untuk mencari alasan agar pekerjaan si Lidah Pahit dapat dihentikan. Setelah beberapa jam bermusyawarah, mereka pun menemukan sebuah alasan yang dapat menghentikan pekerjaan si Lidah Pahit. Maka diutuslah beberapa orang untuk menyampaikan alasan itu kepada si Lidah Pahit. Sesampainya di tempat si Lidah Pahit bekerja, mereka pun segera menghampiri si Lidah Pahit yang sedang asyik mencangkul.
“Maaf, Lidah Pahit! Kedatangan kami kemari untuk menyampaikan berita duka,” kata seorang utusan. “Berita duka apa yang kalian bawa untukku?” tanya si Lidah Pahit. “Pulanglah, Lidah Pahit! Anakmu meninggal dunia. Kepalanya pecah terbentur di batu saat ia terjatuh dari atas pohon,” jelas seorang utusan lainnya. “Ah, saya tidak percaya. Tidak mungkin anakku mati,” jawab si Lidah Pahit dengan penuh keyakinan.
Beberapa kali para utusan tersebut berusaha untuk meyakinkannya, namun si Lidah Pahit tetap saja tidak percaya. Akhirnya, mereka pun kembali ke Dusun Kutei Donok tanpa membawa hasil. “Maaf, Tuan! Kami tidak berhasil membujuk si Lidah Pahit untuk kembali ke kampung ini,” lapor seorang utusan kepada ketua adat. “Iya, Tuan! Ia sama sekali tidak percaya dengan laporan kami,” tambah seorang utusan lainnya.
Mendengar keterangan itu, ketua adat segera menunjuk tokoh masyarakat lainnya untuk menyampaikan berita duka itu kepada si Lidah Pahit. Namun, lagi-lagi si Lidah Pahit tidak percaya jika anaknya telah mati. Ia terus saja mencangkul dan membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun.Melihat keadaan itu, akhirnya ketua adat bersama beberapa pemuka adat lainnya memutuskan untuk menyampaikan langsung alasan itu kepada si Lidah Pahit. Maka berangkatlah mereka untuk menemui si Lidah Pahit di tempat kerjanya.
“Wahai si Lidah Pahit! Percayalah kepada kami! Anakmu benar-benar telah meninggal dunia,” kata ketua adat kepada si Lidah Pahit. Oleh karena sangat menghormati ketua adat dan pemuka adat lainnya, si Lidah Pahit pun percaya kepada mereka. “Baiklah! Karena Tuan-Tuan terhormat yang datang menyampaikan berita ini, maka saya sekarang percaya kalau anak saya telah meninggal dunia,” kata si Lidah Pahit dengan suara pelan.
“Kalau begitu, berhentilah bekerja dan kembalilah ke kampung melihat anakmu!” ujar ketua adat. “Iya, Tuan! Saya akan menyelesaikan pekerjaan saya yang tinggal beberapa cangkul ini,” jawab si Lidah Pahit.
Mendengar jawaban itu, ketua adat beserta rombongannya berpamitan untuk kembali ke Dusun Kutei Donok. Setelah rombongan itu pergi, si Lidah Pahit baru menyadari akan ucapannya tadi. Dalam hati, ia yakin betul bahwa anaknya yang sebenarnya tidak meninggal kemudian menjadi meninggal akibat ucapannya sendiri. Maka dengan ucapan saktinya itu, anaknya pun benar-benar telah meninggal dunia.
Namun, apa hendak dibuat, nasi sudah menjadi bubur. Ucapan si Lidah Pahit tersebut tidak dapat ditarik kembali. Dengan perasaan kesal, ia pun melampiaskan kemarahannya pada tanah garapannya. Berkali-kali ia menghentakkan cangkulnya ke tanah, lalu membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun. Setelah itu, ia pun bergegas kembali ke Dusun Kutei Donok hendak melihat anaknya yang telah meninggal dunia. Sesampainya di rumah, ia mendapati anaknya benar-benar sudah tidak bernyawa lagi.
Konon, tanah-tanah yang dibuang si Lidah Pahit itu membendung aliran Sungai Air Ketahun dan akhirnya membentuk sebuah danau besar yang diberi nama Danau Tes.
9. Batu Badak.
Batu yang menyerupai Badak hasil kutukan Si Lidah Pahit
Dari kisah legenda cerita rakyat sumatra bagian selatan, inilah salah satu jejak kisah si Si pahit Lidah di tanah rejang. Jejak lain kisah ini ada di desa batu belarik, bagian tanah rejang di kabupaten kepahiang.
Bisa di capai dengan mudah dari jalan raya, situs megalith ini berada di pinggir jalan, di desa Lawang agung, kecamatan Sindang Beliti Ulu. Lokasinya dinamakan tebing batu badak. Batu batu ini berada tepat di samping rumah penduduk.
Batu batu dekat batu badak yang di percaya orang rejang lembak sebagai anak anak badak yang di kutuk oleh Si Pahit Lidah.
Dikisahkan bahwa si pahit lidah melewati kawasan ini dan bertemu dengan segerombolan badak sumatra, beserta anak anaknya. Si pahit lidah bertanya arah jalan ke gerombolan badak yang menghalanginya. Karena tidak di jawab oleh Badak, Si pahit lidah marah dan berkata, “Jadilah kalian semuanya batu”. Karena kesaktianya, badak badak sumatra itu berikut anak anaknya menjadi batu.
10. Batu Jantan.
Di Kabupaten Tebo Propinsi Jambi, tepatnya Desa Sungai Landai. Ceritanya sedikit sekali, biasanya orang kampung menyebut “Batu Jantan” dan batu lainnya adalah perempuan “Batu Betino” Batu Betino tidak dapat di photo karena jaraknya jauh (1km ke utara). Menurut masyarakat setempat ini terkait dengan kisah Si Lidah Pahit.
11. Batu Berputar.
Wisata batu berputar ini terletak diarel perkebunan karet rakyat tepatnya di daerah Desa Batu Raja Bungin Kec. Bunga Mayang 11 KM dari Martapura, menurut cerita rakyat setempat batu ini jatuh dari langit dan sewaktu – waktu memancarkan cahaya seperti percikan api yang disebabkan oleh perputaran dua buah batu yang berlawanan arah. Sedangkan Tala Batu yang terletak di Kec.Buay Madang Timur 40KM dari Martapura. Menurut cerita masyarakat setempat merupakan sumpahan sipahit lidah, karena pada saat itu masyarakat setempat mengadakan pesta menyambut musim tanam padi dengan membawa alat – alat kesenian, karena penduduk lagi bepesta dan kurang perhatian dengan si pahit lidah maka dia murka dan disumpahnya menjadi batu.
Masih banyak lagi peninggalan yang dianggap bekas atau singgahi oleh serunting Sakti atau Si Lidah Pahit, semua berdasarkan kisah yang dihimpun dari berbagai versi daerah masing-masing.
Menurut legenda Kesaktian beliau ada di lidahnya. Diantara berbagai
macam keramatnya adalah beliau mempunyai Ucapan ( Kalimat Sakti ) yang
bisa membuat apapun yang disumpahnya menjadi seperti yang di ucapkannya.
Keluarga keturunanya mengenal kalimat itu dengan nama “ UCAP GUMAI .“
Sejauh yang di ketahui, ilmu ini menjadi semacam tradisi yang terus
menyambung sampai ke anak cucu. Tanpa harus dipelajari pun, beberapa
orang dikeluarga keturunanya mempunyai kemampuan Ucap Gumai tersebut.
Apalagi jika terdesak kedalam suatu persoalan yang membahayakan,
terkadang tanpa sengaja keluar ucapan sumpah tersebut. Saking
berbahayanya ilmu itu, para Tetua menyembunyikan ilmu itu rapat-rapat
sampai sekarang. Yang masih menyimpannya kemungkinan besar hanyalah Para
Jurai Kebale’an ( Tetua Adat suku Gumai, Keturunan dari Puyang Tuan
Radje ). Kami mendapatkan sebuah SERAPAH / KALIMAT yang sumbernya
disebutkan berasal dari Puyang Si Pahit Lidah. Kalimat ini di tulis oleh
KH. Bahri bin Pandak, Tanjung Atap-Komering Ilir Palembang didalam
kitabnya yang berjudul Aurodul Hakiim. Dan beliau menyebutkan,
mendapatkan Kalimat ini dari Ujo’ Agus, Air Pedaro. Redaksi Kalimat itu
begini :
Bismillahir rahmaanir rahiim…
Assalamu’alaikum kang malih jati
Wa’alaikum salam warohmatullahi wa barakaatuh
Ingkang pangeran akulah pangeran pati
Biso tedong biso si pahit lidah
Biso dibisakan kau oleh Allah ta’alaa
Aku dikuasakan aku waliyullah
Berkat laa ilaha ilallah muhammadur rasulullah…( sebut hajat kita )
Disebutkan bahwa kalimat itu berguna sebagai sambatan / wasilah tawasul atas sesuatu keperluan yang kita butuhkan. Selama kita meyakini dan tulus dalam ucapan, kalimat sederhanapun bisa menjadi mantra mujarab untuk jalan keluar yang kita butuhkan. Terlebih disaat kepepet.
Demikianlah Sepenggal kisah dari Serunting Sakti alias Si Pahit Lidah Alias Puyang Semidang, bila ada kekurangan harap di maklum karena penyusunan kisah ini di ambil dari berbagai sumber yang berbeda sesuai dari versi daerah yang bersangkutan.
Namun satu hal yang pasti, legenda Si Serunting atau Si Lidah Pahit menjadi salah satu legenda yang termasyur di belahan Sumatera bagian selatan, terutama di Bumi Besemah Libagh.
Dihimpun dari berbagai sumber …[http://radintemen.wordpress.com]
https://www.facebook.com/pages/Serunting-sakti/107840272622331
by Facebook Comment
Sejarah Puyang Serunting Sakti
Serunting, itu nama aslinya., ada juga yg menyebutnya serunting sakti.
Cerita kesaktiannya telah dibicarakan sejak dulu di daerah sumatera bagian selatan., tak hanya provinsi sumsel, daerah kekuasaannya sampai jambi, bengkulu dan lampung., menurut legendanya dia pendekar yg baik hati dan bijaksana.,
Berbagai versi asal muasal puyang serunting Sakti.
1. Versi dari Suku Serawai ( Semidang Alas Bengkulu Selatan )
Berdasarkan cerira tutur, Suku Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul Serunting Sakti sendiri masih gelap. Sebagian orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab yang datang ke Bengkulu melalui Kerajaan Majapahit.
Asal-usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya. Asal-usul suku Serawai hanya diperoleh dari uraian atau cerita dari orang-orang tua. Sudah tentu sejarah tutur seperti ini sangat sukar menghindar dari masuknya unsur-unsur legenda atau dongeng sehingga sulit untuk membedakan dengan yang bernilai sejarah. Ada satu tulisan yang ditemukan di makam Leluhur Semidang Empat Dusun yang terletak di Maras, Talo. Tulisan tersebut ditulis di atas kulit kayu dengan menggunakan huruf yang menyerupai huruf Arab kuno. Namun sayang sekali sampai saat ini belum ada di antara para ahli yang dapat membacanya.
Berdasarkan cerita para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul Serunting Sakti sendiri masih gelap, sebagian orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang datang ke Bengkulu melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, Serunting Sakti meminta sebuah daerah untuk didiaminya, dan oleh Raja Majapahit dia diperintahkan untuk memimpin di daerah Bengkulu Selatan. Ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari langit, ia turun ke bumi tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara Puyang Kepala Jurai dengan Puteri Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat cerita singkat mengenai seorang puteri yang bernama Puteri Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo Megat, yang memiliki dua orang anak yakni Rajo Mawang dan Puteri Senggang. Dalam tembo tersebut kisah mengenai Rajo Mawang terus berlanjut, sedangkan kisah Puteri Senggang terputus begitu saja. Hanya saja ada disebutkan bahwa Puteri Senggang terbuang dari keluarga Rajo Mawang.
Apabila kita simak cerita tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada hubungannya dengan kisah Puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa Puteri Senggang inilah yang disebut oleh orang Serawai dengan nama Puteri Tenggang. Dikisahkan bahwa Puyang Kepala Jurai yang sangat sakti jatuh cinta kepada Puteri Tenggang, tapi cintanya ditolak. Namun berkat kesaktiannya, Puyang Kepala Jurai dapat melakukan hubungan seksual dengan puteri Tenggang, tanpa disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat dari perbuatan ini Puteri Tenggang menjadi hamil. Setelah Puteri Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Puteri Tolak Merindu barulah terjadi pernikahan antara Putri Tenggang dengan Puyang Kepala Jurai, itupun dilakukan setelah Puteri Tolak Merindu dapat berjalan dan bertutur kata.
Setelah pernikahan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi memperoleh anak untuk jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala Jurai mengangkat tujuh orang anak, yaitu: Semidang Tungau, Semidang Merigo, Semidang Resam, Semidang Pangi, Semidang Babat, Semidang Gumay, dan Semidang Semitul. Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh seorang putera yang diberi nama Serunting. Serunting inilah yang kemudian menjadi Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting Sakti berputera tujuh orang, yaitu :
Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang Alas), Bengkulu Selatan;
Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat;
Serampu Raye, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT);
Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat;
Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.
Putera Serunting Sakti yang bernama Serampu Sakti mempunyai 13 orang putera yang tersebar di seluruh tanah Serawai. Serampu Sakti dengan anak-anaknya ini dianggap sebagai cikal-bakal suku Serawai. Putera ke 13 Serampu Sakti yang bernama Rio Icin bergelar Puyang Kelura mempunyai keturunan sampai ke Lematang Ulu dan Lintang.
2. Versi Suku Gumay Besemah.
Diantara beragam versi tentang Legenda Puyang Si Pahit Lidah, maka kami ber inisiatif untuk membuka sedikit wacana ini menurut catatan / tambo sejarah yang ada pada silsilah keluarga kami.
Maka Beliau yang namanya kami ambil sebagai Nickname di KWA ini ( Pangeran Sukemilung ) menurut tambo / sejarah GUMAY adalah keturunan dari seseorang yang bernama DIWE GUMAY.Kisah itu sebagai berikut….
Bahwa GUMAY adalah nama seorang DIWE yang turun kedunia dan mulai betapak di Padang Selase ( Bukit Siguntang ) di palembang. Ngawak Diwe mule-mule :
Diwe Gumay beristrikan anak Ratu Bengkulu. Waktu tersebut hampir bersamaan dengan terjadinya perang antara Bengkulu dan Aceh.Menurut ceritanya, Diwe Gumaylah yang dipanggil oleh bakal istrinya untuk menyudahi perang tersebut. Sehingga membuat perang tersebut berakhir dengan istilah : Atjeh kalah-Bengkulu Silah.
Dari pernikahan itu, Diwe Gumay mempunyai dua anak :
Ratu Iskandar Alam
Ratu Selibar Alam.
( Ratu Selibar Alam pergi ke Pagaruyung-Minangkabau dan keturunannya ada dipagaruyung )
Ratu Iskandar Alam, berputra :
Ratu Djemenang Sakti, berputra :
Ratu Gandjaran, berputra :
Ratu Menggale ( Semenggale ), berputra :
Ratu Semenggali, berputra :
Ratu Berdjunjang Sakti, berputra :
Ratu Radje Kuase ( Meradje Mengkuse ), berputra :
Ratu Radje Mude ( Ratu Kebuyutan ), yaitu Ratu terakhir.
Ke sembilan Ratu ini disebut “ RATU SEMBILAN DJUNDJANG “ ( Gilir ). Dari keturunan yang kesembilan ini, Ratu Radje Mude ( Ratu Kebuyutan ) mempunyai dua orang anak.
Raden Simbang Gumay ( Pangeran Sukemilung ) disebut juga Puyang Sukemilung
Putri Renik Debung. Beliau menjadi istri Puyang Saing Nage didalam laut.
Pangeran Sukemilung sendiri mempunyai 9 orang anak dari 2 istri. Anak-anak beliau ini disebut PUYANG SEMBILAN BERADEK. Nama anak-anak beliau adalah :
Puyang Remandjang Sakti, napak BALAI BUNTAR-Lubuk sepang, Lahat.
Puyang Intan permata Djagat,ngadekan ds.Prabu menang. Puntang Suku Merapi.
Puyang Pandjang,di Panda Enim.
Puyang Endang, di Lintang Kanan.
Puyang Remindang, ditangga Rase ( Manna )
Puyang Limpak, di Air Balui ( Musi Ulu )
Puyang Limparan, di Lubuk – Kayu Are
Puyang Untu, di Niru / Rambang Prabumulih
Puyang Remuntu, di Tjinte Mandi ( Redjang Bengkulu )
Dan keturunan selanjutnya sampai sekarang adalah anak cucu dari Puyang Remandjang Sakti. Kembali pada Kisah Puyang Si Pahit Lidah ( Pangeran Sukemilung ), beliau mempunyai nama dan gelar yang banyak. Masyarakat Palembang dan sekitarnya mengenal beliau dengan nama-nama- antara lain dibawah ini :
Diwe Sekilung / Sukemilung / Semidang : Nama Saat Sedang Musafir
Diwe Serunting : Nama Asli
Diwe Rakuan : Nama Saat Berperang
Diwe Lenggang Pati : Nama Keramat Bisa Mendatangkan Ribuan Angin Berdengung
Diwe Lian Pati : Nama Budi Pekerti Lemah Lembut Dan Shabar
Diwe Malin Pati : Nama Kebesaran Pemimpin
Ini sekilas sejarah dan silsila dari Serunting Sakti dari berbagai versi daerah.
Artikel ini hanya sekedar sharing saja, bukan untuk di perdebatkan. Jika ada pembaca yang lebih paham tentang Legenda ini, kami persilahkan untuk mengkoreksinya dan meluruskan. Sepanjang hal itu dapat menambah nilai-nilai kebersamaan, serumpun dan seketurunan guna menjaga nasab dari pelaku sejarah yang menjadi Legenda Sumatera Selatan ini.
Jika merujuk dari kisah-kisah yang dituturkan masyarakat, menggambarkan bahwa si Serunting Sakti ini memiliki jiwa satria dan ilmu yang sangat sakti mandraguna.
Jejak – Jejak Si Serunting Sakti / Si Lidah Pahit.
Berikut beberapa tempat yang menjadi lokasi yang diduga pernah disinggahi oleh Serunting Sakti alias silidah pahit.
1. Gua Putri dan Batu Putri
Bila Anda sudah mencapai Baturaja, sempatkanlah untuk mengunjungi Wisata Goa Putri yang terkenal dengan cerita mengenai seorang putri dengan perangkat istananya yang sudah menjadi stalagtit dan stalagmit ini. Goa Putri terletak di Desa Padang Bindu, Kecamatan Pengandonan, sekitar 35 km dari kota Baturaja.
Goa Putri
Konon menurut legenda, Dahulu disini pernah hidup seorang putri bernama Puteri Dayang Merindu bersama keluarganya. Pada suatu hari Sang Puteri sedang mandi di muara sungai Semuhun, sungai OKU. Jaraknya kurang lebih 1 km dari Gua ini. Lewatlah seorang pengembara ditempat itu. Tatkala melihat Sang Puteri timbul perasaan ingin menyapa, namun saat itu tidak mendapat perhatian sama sekali sehingga dia merasa gusar. “Sombong sekali puteri ini, diam seperti batu” ujarnya. Tiba-tiba saja tubuh Puteri Dayang Merindu berubah menjadi batu.
Inilah Batu yang disebut –sebut sebagai Batu Putri
“Pada saat banjir melanda daerah ini tahun 1982, jembatan penghubung desa ke seberang hancur dihantam air. Air sudah sangat tinggi, tapi anehnya Batu Putri ini tidak tenggelam ataupun roboh. Percaya atau tidak, kalau batu putri sampai tenggelam atau roboh maka dunia kiamat”.
Itu hanya sedikit dari banyak komentar masyarakat pribumi tentang batu putri yang dinilai mengandung hal yang mistis bagi penduduk sekitarnya.
Batu ini berdiri anggun ditengah air, bagian atasnya diselimuti oleh tumbuh-tumbuhan dan rumput. Dipercaya sebagai penjelmaan Putri Dayang Merindu, Puyang terdahulu bagi masyarakat ogan ulu yang menurut legenda dikutuk oleh Pendekar Serunting Sakti (Puyang Pahit Lidah) menjadi batu saat tengah mandi.
Kemudian Sang Pengembara memasuki desa, ketika tampak desa yang sepi karena penduduk sedang bekerja disawah dia kembali berkata “Katanya desa tetapi sepi seperti goa batu”. Dan seperti tadi desa tersebut berubah menjadi goa batu. Ternyata Pengembara tersebut adalah Si Serunting Sakti yang dijuluki Si Pahit Lidah, yang bila menyumpah semua yang terkena akan menjadi batu. Ternyata si Pahit Lidah tidak hanya menyumpah sang Putri saja. Ia juga mendatangi Gua kediaman sang Putri beserta keluarganya. Konon kabarnya semua yang berada di dalam Gua ikut disumpahnya menjadi batu. Dan kini beberapa bentuk batu gua yang ada didalam bisa diceritakan oleh Guide.
Dayang Merindu yang dikutuk Serunting Sakti atau Sipahit Lidah, diyakini warga sekitar berasal dari Sunda. Keyakinan mereka berdasarkan penerawangan dari sejumlah paranormal yang pernah melakukan penerawangan di gua Putri, di Desa Padangbindu Kecamatan Semidangaji Kabupaten OKU. Keyakinan bahwa Putri Dayang Merindu berasal dari pulau Jawa dikuatkan dengan pernah datangnya salah seorang keturunan sunan yang mengaku, bahwa sang putri masih memiliki keturunan dengan salah satu sunan. Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, mereka memperkirakan bahwa Putri Dayang Merindu merupakan istri dari salah satu raja yang ada di pulau Jawa pada saat itu.
Saat anda akan memasuki Goa Putri anda akan menemukan sebuah suguhan menarik yang dapat membuat anda meresapi nilai Historis Goa Putri. Didalam Gua terdapat ruang tamu, pemandian putri, pembaringan putri, pendapuran ( dapur ), balai pertemuan, lumbung padi, singgasana sang Raja dan dua ekor sang penjaga Gua yaitu patung Harimau. Nah, biar gak makin penasaran, ayo mulai menelusuri Gua yang terlihat dari luar sangat besar dan indah. Untuk memasuki Gua, Kita harus naiki puluhan anak tangga yang diapit oleh dua batu besar. Mendekati Gua terdapat Stalaktit ukuran sedang menjulang dari atas sampai pinggang orang dewasa di tengah jalan setapak yang dilewati.
Saat melewati stalaktit itu pak Jafri ( Guide ) memukul satu kali batu itu. kenapa harus memukul batu yang menghasilkan suara berdengung. Menurutnya, itu adalah salah satu tanda sebagai salam untuk masuk ke dalam gua. Kita pun mengikuti memukul batu itu sebagai salam untuk masuk ke dalam gua. Sesampainya di mulut Gua, pemandangan sangatlah menakjubkan. Beberapa batu ukuran raksasa menyambut kedatangan kita. Memasuki dalam Gua, suasana sejuk tapi lembab mulai terasa dengan aroma tanah khas sebuah Gua pada umumnya.
Gua ini memiliki panjang kurang lebih 180 meter yang bisa ditelusuri. Tapi menurut sang Guide masih panjang lagi namun belum terbuka untuk umum. Lokasi ini juga sudah ada jalan setapak yang terbuat dari semen yang di cor dan pagar sebagai pengaman. Untuk penerangan Gua telah dipasangi lampu di beberapa titik oleh pengelola, jadi buat para pengunjung tidak usah khawatir gelap-gelapan.
Setelah memasuki Gua, pada bagian tengah terdapat kumpulan stalaktit yang patah didasar Gua. Konon batu ini adalah Kembang dadar hiasan sebagai pintu masuk rumah sang Putri. Masuk kedalam lagi terdapat ruang tamu yang cukup luas berada diatas batu ukuran raksasa yang sangat lebar. Disamping ruangan itu terdapat kolam nya sang putri. Kolam ini berfungsi sebagai taman air yang kalau ini seperti kolam ikan. Nah tepat di tengah kolam itu terdapat pendapuran ( dapur ) yang pada ujung dalamnya terdapat bak penampungan air dari batu alami yang berbentuk cekungan dan airnya tidak pernah kering.
Dari tempat ini menuruni anak tangga dan menemukan balai pertemuan yang terbuat dari batu lempengan ukuran raksasa juga. Menurut cerita, dahulu kala berfungsi sebagai panggung atau balai pertemuan. Dari tempat ini ada juga anak tangga yang menuju ke lantai dua yang berfungsi sebagai ruangan istrihat. Namun sayang tangga untuk naiknya sudah keropos. Menuju lokasi lain, berikutnya adalah pembaringan sang Putri yang berada diatas batu yang lumayan agak tinggi.
Nah, dibawahnya terdapat kolam pemandian sang Putri yang terkenal menurut mitos masyarakat disini, jika mandi atau mencucui muka di pemandian ini maka akan terlihat awet muda. Air yang melintasi gua ini adalah muara air dari perbukitan yang di sebut aliran air Sumuhun ( permohonan ). Ternyata airnya sangat dingin dan segar sekali sewaktu membasuh muka.
Banyak juga para wisatawan yang datang untuk mandi di lokasi ini setiap harinya. Airnya yang jernih dengan dasar batu kali kecil yang dangkal seukuran betis orang dewasa menjadikan tempat ini sangat diminati orang-orang. Masih menurut pak Jafri, pada tahun 1825 sampai 1835, Gua ini juga pernah menjadi persembuyian masyarakat desa dari penjajahan Belanda. Dan Gua ini juga dikenal dengan Shoman Dusun yang berarti Gua Desa.
Penelusuran kelokasi berikutnya. Untuk melihat patung sang Harimau ternyata kita harus menaiki tangga menuju tempat yang cukup luas dengan bebatuan besar dibagian belakangnya. Patung dua Harimau penjaga itu terdapat di mulut lubang yang tidak terlalu besar di seberang berjarak kurang lebih 40 meter, sekilas memang dua batu di mulut lubang itu seperti Harimau yang sedang duduk berjaga-jaga. Dari tempat kita berdiri ternyata masih bisa menuju ke dalam Gua lebih dalam. Namun saat ini akses kedalam masih gelap dan tertutup batu besar. Asiknya, diatas batu besar itu terdapat juga lobang besar menuju ke atas bukit. Lubang ini juga menjadi salah satu penerangan Gua yang besar ini.
Usai melihat dua patung Harimau, kita bisa menuju pintu keluar yang dinamakan pintu Ajaib. Diberi nama Pintu Ajaib dikarenakan sebesar apapun orang yang akan keluar dari Gua ini pasti bisa melewati pintu ini. Padahal, celah batu sempit yang dinamakan pintu Ajaib ini tergolong lumayan kecil. Oh ya, untuk melewati pintu ini ternyata ada caranya. Saat melewati, bahu kiri harus berada di depan. Usai keluar dari pintu ajaib, terdapatkan pemandangan teras luar gua sangat luas. Di bagian ini juga terdapat lumbung padi dan singasana sang raja.
Berdampingan dengan Goa Putri terdapat Goa Harimau, tempat ditemukannya situs kerangka manusia yang berumur ± 3.000 tahun yang lalu oleh Pusat Penelitian dan pengembangan Arkeologi Nasional Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Goa ini terletak di desa Padang Bindu Kecamatan Semidang Aji yang berjarak ± 500 meter dari Goa Putri. Dari hasil penelitian Tim Arkeologi, di Goa ini ditemukan dua kerangka manusia yang masih utuh dan beberapa kerangka yang tidak utuh lagi, serta serpihan-serpihan bebatuan yang diduga sebagai peralatan yang digunakan mereka. Selain itu pada dinding Goa Harimau terdapat beberapa gambar lukisan yang sampai sekarang masih diteliti.
2. Danau Ranau, OKU.
Danau Ranau berjarak kira2 342 km dari kota palembang, 130 km dari kota Baturaja
Keindahan Danau Ranau tak terbantahkan lagi. Namun, letaknya yang jauh dari pusat kota, Palembang, membuat objek wisata ini ibarat “misteri”. Keindahannya tersaput kabut. Oleh karena itu, meskipun indah, wisatawan yang berkunjung ke sini masih bisa dihitung dengan jari. Sama seperti awal terbentuknya danau itu yang dilingkungi misteri. Kendati secara ilmiah terbentuk melalui sebuah proses alam, masyarakat setempat percaya ada misteri yang melatarbelakangi terciptanya danau ini.
Mencapai lokasi ini, selain dari Palembang, juga bisa dijangkau dari Provinsi Lampung. Danau Ranau merupakan danau terbesar dan terindah di Sumatera Selatan yang terletak di Kecamatan Banding Agung, Kabupaten OKU Selatan (dahulu masuk dalam wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu). Berjarak sekitar 342 kilometer (km) dari Kota Palembang, 130 km dari Kota Baturaja, dan 50 km dari Muara Dua, ibu kota OKU Selatan, dengan jarak tempuh dengan mobil sekitar tujuh jam dari Kota Palembang. Sementara itu, dari Bandar Lampung, danau ini bisa ditempuh melalui Bukit Kemuning dan Liwa.
Konon kabarnya hidup seorang yang sangat sakti yaitu Si Pahit Lidah, karena saking lidahnya pahit dapat mengkutuk orang, binatang, atau benda apapun menjadi batu. Hal ini dipercaya karena adanya situs peninggalan zaman dahulu kala yaitu BATU KEBAYAN (candi sepasang pengantin) yang puing-puingnya masih tersisa di dekat Desa Jepara, kecamatan Buay Pematang Ribu Ranau Tengah, kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan. Dan konon dipercaya banyaknya situs (arca atau patung) di daerah Ranau seperti: Batu Lesung, di Subik dan sebagainya adalah akibat sumpah dari Si Pahit Lidah.
Batu Kebayan ( Batu sepasang Pengantin ).
konon kabarnya pula, ada seorang yang sangat sakti dari daerah lain yaitu Si Mata Empat, yang ingin menguji kesaktian Si Pahit Lidah.
Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat adalah dua jawara gagah berani yang menjadi legenda terkenal bagi masyarakat Banding Agung. Mereka amat disegani lawan-lawannya. Baik si Pahit Lidah maupun si Mata Empat, keduanya merasa paling hebat di antara keduanya.
Si Mata Empat pun menjadi geram dan rasanya ingin segera menghajar si Pahit Lidah. Dia mengetahui kelemahan dari si Serunting yaitu tidak kebal dengan batang Bambu Kuning yang telah jadi jemuran ( dalam bahasa daerah setempat disebut ” BembanAur Kuning” ). Namun niatnya tersebut diurungkan karena kalau berkelahi secara langsung tentu dia akan kalah dengan kutukan lidahnya yang pahit itu.
Akhirnya, karena ingin membuktikan siapa yang benar-benar lebih hebat di antara mereka berdua, mereka sepakat untuk bertemu dan mengadu kekuatan masing-masing.
Maka tibalah pada hari yang sangat menentukan itu. Mata Empat menggunakan permainan licik yang hanya menguntungkan dirinya sendiri. Caranya, secara bergiliran keduanya harus tidur menelungkup di bawah rumpun bunga aren. Lalu, bunga aren di atas akan dipotong oleh salah satu di antara mereka. Siapa bisa menghindar dari bunga dan buah aren yang lebat dan berat itu, dialah yang akan disebut jawara sakti. Setiap orang diberi kesempatan memotong tiga kali bila buah yang di jatuhkan belum mengenai musuh. Si Pahit Lidah tidak mengetahui kalau Mata Empat telah berbuat licik terhadapnya. Didalam tandan buah enau telah di pasangi bambu runcing dari batang Bambu Kuning ( Bemban Aur Kuning ) yang merupakan kelemahan dari ilmu kebalnya. Tapi si Pahit Lidah menerima saja tantangan Mata Empat tersebut.
Lalu dengan sistem undian yang telah mereka sepakati si Mata Empat mendapat giliran pertama. Sesuai namanya, si Mata Empat juga memiliki dua mata lain, yakni di belakang kepalanya.
Dengan secepat kilat si Pahit Lidah lalu memanjat pohon aren yang ada di tepi danau tersebut.
Dengan tenangnya si Mata Empat menelungkup di bawah pohon. Cring…byar…buah aren berhasil di potong dan di jatuhkan oleh si Pahit Lidah.
Tentu saja si Mata Empat bisa melihat arah jatuhnya buah aren tersebut. mata di kepala mata empat bisa melihat ketika bunga aren jatuh meluncur ke ke arah Mata Empat. Dengan mudahnya si Mata Empat bisa menghindar dari runtuhan buah aren tersebut.
Dengan kesal si Pahit Lidah memotong buah aren yang lebih besar. Tapi si Mata Empat dapat menghindar lagi dari jatuhan buah aren tersebut.
Mata Empat dengan sombongnya mempersilahkan Si Lidah Pahit untuk melakukan sekali lagi. Dengan perasaan hampir putus asa, Pahit Lidah memotong buah aren yang lebh besar dari yang ketiga. Tapi dengan kemempuan yang dimilikinya, Mata Empat bisa menghindar untuk ketiga kalinya dari jatuhan buah aren tersebut.
Dengan perasaan kecewa Pahit Lidah turun dari pohon aren tersebut. Kini giliran si Pahit Lidah untuk manjat pohon aren. Dengan secepat kilat juga si Mata Empat memanjat dan si Pahit Lidah sudah menelungkupkan badannya di bawah rumpun pohon itu.
Mata empat pun dengan alat yang telah di siapkannya memotong buah aren tersebut. Clazzz…gugusan buah are itu meluncur deras ke bawah.
Si pahit lidah tak bisa mengetahui hal itu. Badannya tetap berada persis di bawah luncuran itu. Ia tak menghindar.
Pahit Lidah berteriak kesakitan sejadi-jadinya. Buah aren yang besar dan berat serta bambu runcing dari Bemban Aur Kuning tersebut mengenai tubuh si Pahit Lidah. Tubuhnya bersimbah darah dan ia tewas seketika secara mengenaskan.
Si Mata Empat senang, dan merasa puas. Ia bisa membuktikan pada semua orang, dirinyalah yang lebih sakti dari si Pahit Lidah.
Namun rasa ingin tahunya muncul, mengapa lawannya itu mendapat julukan si Pahit Lidah? Benarkah lidahnya memang pahit? Lalu karena penasaran, ia cucukkan jarinya ke dalam mulut si pahit lidah yang sudah mati itu. Setelah itu, dijilatnya jarinya sendiri yang sudah terkena liur di Pahit Lidah.
Ternyata, rasanya pahit sekali. Rasanya lebih pahit dari akar empedu.
Rupanya itu racun yang mematikan. Si Mata Empat pun mengerang-erang kesakitan memegangi tenggorokannya. Tapi apa mau dikata. Racun tersebut telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Dan seketika itu juga tubuhnya membiru. Maka si Mata Empat pun juga tewas di tempat yang sama. Akibat terlalu sombong dan angkuh. Merasa dirinya paling hebat di dunia ini, padahal masih ada yang lebih hebat sejagat raya ini yaitu Allah SWT.
Lokasi yang diyakini makam dari Si Lidah Pahit dan Si Mata Empat
Kedua jawara ini lalu dimakamkan oleh penduduk setempat di tepi Danau Ranau yang menjadi saksi sejarah pertarungan antara si Pahit Lidah dan si Mata Empat. Menurut juru kunci kuburan, H Haskia, di sini terdapat dua buah batu besar. Satu batu telungkup diyakini sebagai makam Si Pahit Lidah dan satu batu berdiri sebagai makam Si Mata Empat.
Makam keduanya terletak di kebun warga Sukabanjar bernama Maimunah. Untuk menuju ke lokasi, selain naik perahu motor dari Lombok, bisa juga dengan berkendaraan.
Makam Puyang Serunting
Batu Lesung Bintang
merupakan peninggalan sejarah dari Marga Bindung Langit Lawang Kulon sebagai asal mula Baturaja. Ada beberapa peninggalan sejarah sebagai bagian dari BatuLesung Bintang ini, antara lain batu berukir (berbentuk sandi & peta wilayah) dan batu berbentuk tapak kaki.
3. Batu Macan.
Batu Macan
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Sepertinya pribahasa ini cocok digunakan sebagai ungkapan bahwa di mana pun kita berada harus menaati peraturan-peraturan yang telah diterapkan masyarakat sekitar tempat kita tinggal. Begitu juga dengan Batu Macan. Objek wisata yang tak hanya bernilai seni tapi juga sarat makna dan pesan.
Batu Macan tepatnya adalah simbol yang diyakini masyarakat sebagai wujud nyata paraturan adat (perdat) yang harus dipatuhi. Diperkirakan, Batu Macan yang terdapat di Desa Pagar Alam Kecamatan Pulau Pinang Kabupaten Lahat ini, sudah ada sejak zaman Majapahit pada abad 14 lalu. Sebagai simbol, Batu Macan ini merupakan bentuk penjagaan atau pagar terhadap perzinahan dan pertumpahan darah dari empat daerah, yakni Pagar Gunung, Gumay Ulu, Gumay Lembah, dan daerah Gumay Talang.
Ketika koran ini mengunjungi peninggalan bersejarah tersebut, diperoleh keterangan dari Jurai Tue Adat (Sesepuh. red) Idrus (62). Dituturkan Idrus, kisah adanya Batu Macan erat kaitannya dengan legenda Si Pahit Lidah yang beredar di masyarakat. Kisah berawal dari adanya seekor macan yang kerap kali mengganggu masyarakat desa di empat wilayah tersebut.
Keganasan macan yang semakin merajalela kepada penduduk, membuat Si Pahit Lidah memperingati macan untuk tidak meneruskan kelakuannya, namun sampai tiga kali teguran tidak pernah dipatuhinya dan macan terus saja mengganggu penduduk.
Ketika Si Pahit Lidah sedang bersantai dan berjemur di batu penarakan sumur tinggi, dari jauh dilihatnya seorang wanita sedang menjemur padi sambil menggendong anaknya, dan pada saat yang sama datang seekor macan dari arah belakang wanita secara mengendap-endap untuk menerkam wanita bersama anak yang ada di gendongannya.
Melihat itu, kembali Si Pahit Lidah memperingati macan, namun sayangnya teguran itu tidak juga membatalkan niatnya untuk menerkam wanita tersebut, sampai akhirnya Si Pahit Lidah berucap “Aii, dasar batu kau nii!” dan tiba-tiba macan tersebut berubah menjadi batu.
Anehnya, bukan hanya macan yang menerima kutukkan dari Si Pahit Lidah, wanita berserta anak yang sedang digendongnya turut menjadi batu. Setelah diselidiki, ternyata wanita tersebut adalah wanita pezinah dan anak yang sedang digendongnya adalah anak hasil perzinahan.
Dari kisah itu, lanjut Idrus, apabila seseorang diketahui berzinah, maka terdapat hal-hal yang harus dilakukan oleh si pelaku yakni menyembelih kambing sebagai basoh rumeh (pembersih rumah. red), dan apabila si wanita mengandung dan melahirkan, maka harus menyembelih kerbau sebagai basoh marge (pembersih lingkungan. red). Hanya saja, sebelum kedua hewan tersebut disembelih maka pelaku harus dikucilkan dan tidak boleh bergaul seperti diungsikan di daerah lain atau di pegunungan, dan akan dapat diterima di masyarakat kembali setelah memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut.
4. Tari Kebagh.
Konon katanya, sejarah tarian ini berkaitan dengan Puyang Serunting Sakti.
Dikisahkan bahwa Serunting Sakti atau Si Lidah Pahit alias Puyang
Semidang sedang melewati hutan lebat, dia mendengar suara ramai di suatu
sungai yang ada air terjunnya. Ternyata ada ternyata ada tujuh orang
perempuan cantik sedang mandi smbil bersenda-gurau. Dia yakin ini bukan
perempuan biasa, karena tidak mungkin manusia berani mandi di tengah
hutan yang lebat. Sebagai laki-laki ia jatuh cinta pada para perempuan
itu, seperti kisah jaka tarub, dicurilah salah satu selendang para gadis
itu.
benar dugaannya, selesai mandi para gadis tersebut mengambil selendang lalu terbang menghilang ke angkasa.
Sambil menyembunyikan selendang tsb, dia menghampiri gadis yg sedang menangis karena ditinggalkan teman-temannya.
Singkat cerita, sang gadi diajak kekampungnya, dan dipersuntingnya.
Sementara itu selendang sang gadis ia sembunyikan di atas lumbung padi.
Setelah menikah, mereka dikaruniahi seorang putra yang di beri nama Dirut.
Pada suatu hari dikampung diadakan acara pesta panen yang sangat meriah dan turut dihardiri oleh Serunting Sakti dan istrinya.
Diadakanlah acara tari-tarian oleh muda-mudi kampung tersebut.
Istri Puyang Serunting Sakti yang konon adalah seorang bidadari (
Betari ) , diminta ikut turun menari. Permintaan ini disetujui istrinya
dengan syarat hanya bisa menari bila menggunakan selendang miliknya. Dia
tahu selendang tersebut disembunyikan oleh Puyang Serunting Sakti.
Atas permintaan dari warga kampung agar selendang tersebut dikembalikan
pada istrinya untuk dipakai menari.
Karena terus didesak banyak orang, akhirnya dengan berat hati,
Puyang Serunting Sakti mengizinkan istrinya menari dengan selendang yang
diambilnya dari atas lumbung padi. Selendang tersebut disembunyikan di
dalam ruas bambu yang lazim disebut tepang.
Dengan beralaskan dampar (nampan) kayu maka menarilah istri Puyang
Serunting Saksti dengan lemah gemulai. Kecantikan dan kemahirannya
menari membuat semua mata terpana.Hingga tanpa disadari oleh semua
orang, istri Puyang Serunting Sakti tak lagi menginjak bumi,
melayang-layang, semakin tinggi. Tersadar istrinya mau terbang ke
kayangan, Serunting Sakti mengejarnya, namun istrinya sudah terbang
setinggi kepalanya, merasa tidak bisa menangkapp istrinya , Serunting
mencabut golok dan membacok lutut istrinya.
Sambil menjerit kesakitan, istrinya mendarat di pelepah pohon kelapa gading.
Sambil menangis sedih bercampur marah sang istri meneriakan kutukan :
- Bila ada anak cucuku yang makan nyiur ini tidak akan selamat hidupnya.
- Bila ada anak cucuku kencantikan dan rambutnya panjangnya melebihi aku akan celaka.
Serunting Sakti menyesali tindakanya, namun nasi sudah jadi bubur, sang istri menghilang kembali kekayangan.
untuk mengenang sang bidadari maka setiap acara diadakan tarian Kebagh yang berarti tarian terbang.
5. Batu Gajah
Batu gajah yang di duga di sumpah Si Lidah Pahit
Si Pahit Lidah sungguh sakti kata-katanya. Setiap serapah sumpah
yang keluar dari mulutnya yang berlidah pahit kontan akan membuat benda
yang dikutuk menjadi batu. Begitu kira-kira dongeng lisan masyarakat
Pasemah di kawasan Lahat dan Pagar Alam di Sumatera Selatan.
Lokasi situs megalitik itu letaknya di alam bumi Pasemah Lahat dan
Pagar Alam, sekitar 500-an kilometer dari Palembang, di dataran tinggi
antara 750 meter-1.000 meter di kaki Gunung Dempo dari Pegunungan Bukit
Barisan dan daerah aliran hulu Sungai Musi dan anak-anak sungainya.
Batu ini berada di aliran sungai pengabuan tepatnya di wilayah Dusun Mudo, konon katanya batu tersebut berubah berbentuk seperti gajah karena di sumpah Pahit Lida. Batu itu di sumpah karena saat si Pahit Lidah mencuci beras tiba tiba air yang mengalir menjadi keruh yang sebabkan gajah menyebrangi sunagai pengabuan di hulunya.
6. Batu Jung.Pantai Wayhawang yang terletak di kecamatan Maje kabupaten Kaur sudah lama dijadikan tempat pariwisata. Wisata pantai Wayhawang yang terletak di desa Wayhawang, setiap tahunnya di saat hari-hari tertentu ramai dikunjungi orang untuk berlibur dan bersantai bersama keluarga, maupun orang terdekat di hati. Keindahan pantai ini sudah lama tersohor di Bengkulu, dengan keindahan alam yang dimilikinya. Berbagai cerita sejarah terdapat di pantai Wayhawang, di antaranya cerita Si Pahit Lidah. Keindahan Batu Jung, seperti halnya tanah lot di Bali, Batu Jung memiliki secarah tersendiri. Konon cerita asal mula terbentuknya Batu Jung dari sebuah kapal yang disumpah oleh si Pahit Lidah menjadi batu.Selain batu jung, ada lagi cerita menarik lainnya, sehingga pantai Wayhawang memiliki kenangan tersendiri di masa lampau. Namun, keindahan alam di Pantai Wayhawang sudah jauh menurun jika dibandingkan dengan puluhan tahun sebelumnya. Semoga pantai yang dahulu menjadi tujuan utama pariwisaata di kaur dapat kembali menjadi tujuan wisata di Bengkulu, khususnya di Kaur.
Menurut mitos batu ini berasal dari sebuah kapal, mengapa terjadinya kutukan si pahit lidah karena pada saat itu di sekitar kapal ada seseorang yang sedang mencari ikan, lalu datanglah seorang bapak-bapak( si pahit lidah ) yang sedang berjalan disekitar tepi pantai.
Dia meminta api pada sang pemilik kapal itu dia memanggil-mangil tapi seperti sama kali tak dihiraukan, sebenarnya bukan karena tak dihiraukan tetapi jarak kapal itu cukup jauh dari tepi pantai sehingga tidak terdengar oleh pemilik kapal itu. Sipahit lidah murka dan dikutuknya lah kapal itu menjadi batu, maka berubahlah kapal itu menjadi batu.
Kalau dilihat bentuk batu itu mirip sekali dengan sebuah kapal/perahu. Sangat pas buat berlibur bersama keluarga di akhir pekan sambil menghilangi penat setelah satu minggu menjalani aktifitas.
7. Batu Titian.
Mendengar nama Sipahit Lidah, pikiran kita secara tidak langsung tertuju ke daerah Sumatera Selatan. Siapa sangka, legenda Sipahit Lidah juga ada di wilayah Merangin Propinsi Jambi. Salah satu daerah Merangin yang menurut cerita juga menjadi tempat petualangan Sipahit lidah adalah daerah Tabir Ulu. Menurut cerita yang berkembang di tengah masyarakat, di Tabir Ulu Sipahit lidah mempunyai musuh bebuyutan seorang Raja yang bernama Rajo Banting. Salah satu bukti permusuhan tersebut ditandai dengan adanya sebuah batu titian Rajo Banting yang berasal dari kayu sungkai yang kini telah menjadi batu disumpah oleh Sipahit Lidah.. Batu titian tersebut saat ini berada di anjungan rumah adat Sarko di Taman Rimba Kota Jambi.
Jadi jangan salah, legenda Sipahit lidah tidak hanya ada di daerah Sumatera Selatan, tetapi juga berkembang di Merangin Propinsi Jambi. Di Jambi, legenda Sipahit lidah tersebar di beberapa daerah Kabupaten antara lain Kabupaten Merangin, Muara Bungo dan Kabupaten Sarolangun..
8. Asal mula danau Tes.
Alkisah, di Dusun Kutei Donok, Tanah Ranah Sekalawi (atau daerah Lebong sekarang ini), hidup seorang sakti bersama seorang anak laki-lakinya. Oleh masyarakat Kutei Donok, orang sakti itu dipanggil si Lidah Pahit. Ia dipanggil demikian, karena lidahnya memiliki kesaktian luar biasa. Apapun yang dikatakannya selalu menjadi kenyataan. Meski demikian, ia tidak asal mengucapkan sesuatu jika tidak ada alasan yang mendasarinya.
Pada suatu hari, si Lidah Pahit berniat untuk membuka lahan persawahan baru di daerah Baten Kawuk, yang terletak kurang lebih lima kilometer dari dusun tempat tinggalnya. Setelah menyampaikan niatnya kepada para tetangganya dan mendapat izin dari Tuai Adat Kutei Donok, ia pun segera menyiapkan segala peralatan yang akan dipergunakan untuk membuka lahan persawahan baru.“Anakku, kamu di rumah saja! Ayah hendak pergi ke daerah Baten Kawuk untuk membuka lahan persawahan baru,” ujar si Lidah Pahit kepada anaknya. “Baik, Ayah!” jawab anaknya.
Setelah berpamitan kepada anaknya, si Lidah Pahit pun berangkat dengan membawa kapak, parang, dan cangkul. Sesampainya di daerah Baten Kawuk, ia pun mulai menggarap sebuah lahan kosong yang terletak tidak jauh dari Sungai Air Ketahun. Si Lidah Pahit memulai pekerjaannya dengan menebangi pohon-pohon besar dengan kapak dan membabat semak belukar dengan parang. Setelah itu, ia pun segera mencangkul lahan kosong itu. Tanah-tanah cangkulannya ia buang ke Sungai Air Ketahun.
Setelah dua hari bekerja, si Lidah Pahit telah membuka lahan persawahan seluas kurang lebih setengah hektar. Bagi masyarakat Kutei Donok waktu itu, termasuk si Lidah Pahit, untuk membuka lahan persawahan seluas satu hektar dapat diselesaikan dalam waktu paling lama satu minggu, karena rata-rata mereka berbadan besar dan berotot. Alangkah senang hati si Lidah Pahit melihat hasil pekerjaannya itu.
Pada hari ketiga, si Lidah Pahit kembali ke Baten Kawuk untuk melanjutkan pekerjaannya. Ia bekerja dengan penuh semangat. Ia tidak memikirkan hal-hal lain, kecuali menyelesaikan pekerjaannya agar dapat dengan segera menanam padi di lahan persawahannya yang baru itu.Namun, tanpa disadari oleh si Lidah Pahit, para ketua adat dan pemuka masyarakat di kampungnya sedang membicarakan dirinya. Mereka membicarakan tentang pekerjaannya yang selalu membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun, sehingga menyebabkan aliran air sungai itu tidak lancar. Kekhawatiran masyarakat Kutei Donok yang paling besar adalah jika si Lidah Pahit terus membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun akan menyumbat air sungai dan mengakibatkan air meluap, sehingga desa Kutei Donok akan tenggelam.
Melihat kondisi itu, ketua adat bersama tokoh-tokoh masyarakat Kutei Donok lainnya segera bermusyawarah untuk mencari alasan agar pekerjaan si Lidah Pahit dapat dihentikan. Setelah beberapa jam bermusyawarah, mereka pun menemukan sebuah alasan yang dapat menghentikan pekerjaan si Lidah Pahit. Maka diutuslah beberapa orang untuk menyampaikan alasan itu kepada si Lidah Pahit. Sesampainya di tempat si Lidah Pahit bekerja, mereka pun segera menghampiri si Lidah Pahit yang sedang asyik mencangkul.
“Maaf, Lidah Pahit! Kedatangan kami kemari untuk menyampaikan berita duka,” kata seorang utusan. “Berita duka apa yang kalian bawa untukku?” tanya si Lidah Pahit. “Pulanglah, Lidah Pahit! Anakmu meninggal dunia. Kepalanya pecah terbentur di batu saat ia terjatuh dari atas pohon,” jelas seorang utusan lainnya. “Ah, saya tidak percaya. Tidak mungkin anakku mati,” jawab si Lidah Pahit dengan penuh keyakinan.
Beberapa kali para utusan tersebut berusaha untuk meyakinkannya, namun si Lidah Pahit tetap saja tidak percaya. Akhirnya, mereka pun kembali ke Dusun Kutei Donok tanpa membawa hasil. “Maaf, Tuan! Kami tidak berhasil membujuk si Lidah Pahit untuk kembali ke kampung ini,” lapor seorang utusan kepada ketua adat. “Iya, Tuan! Ia sama sekali tidak percaya dengan laporan kami,” tambah seorang utusan lainnya.
Mendengar keterangan itu, ketua adat segera menunjuk tokoh masyarakat lainnya untuk menyampaikan berita duka itu kepada si Lidah Pahit. Namun, lagi-lagi si Lidah Pahit tidak percaya jika anaknya telah mati. Ia terus saja mencangkul dan membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun.Melihat keadaan itu, akhirnya ketua adat bersama beberapa pemuka adat lainnya memutuskan untuk menyampaikan langsung alasan itu kepada si Lidah Pahit. Maka berangkatlah mereka untuk menemui si Lidah Pahit di tempat kerjanya.
“Wahai si Lidah Pahit! Percayalah kepada kami! Anakmu benar-benar telah meninggal dunia,” kata ketua adat kepada si Lidah Pahit. Oleh karena sangat menghormati ketua adat dan pemuka adat lainnya, si Lidah Pahit pun percaya kepada mereka. “Baiklah! Karena Tuan-Tuan terhormat yang datang menyampaikan berita ini, maka saya sekarang percaya kalau anak saya telah meninggal dunia,” kata si Lidah Pahit dengan suara pelan.
“Kalau begitu, berhentilah bekerja dan kembalilah ke kampung melihat anakmu!” ujar ketua adat. “Iya, Tuan! Saya akan menyelesaikan pekerjaan saya yang tinggal beberapa cangkul ini,” jawab si Lidah Pahit.
Mendengar jawaban itu, ketua adat beserta rombongannya berpamitan untuk kembali ke Dusun Kutei Donok. Setelah rombongan itu pergi, si Lidah Pahit baru menyadari akan ucapannya tadi. Dalam hati, ia yakin betul bahwa anaknya yang sebenarnya tidak meninggal kemudian menjadi meninggal akibat ucapannya sendiri. Maka dengan ucapan saktinya itu, anaknya pun benar-benar telah meninggal dunia.
Namun, apa hendak dibuat, nasi sudah menjadi bubur. Ucapan si Lidah Pahit tersebut tidak dapat ditarik kembali. Dengan perasaan kesal, ia pun melampiaskan kemarahannya pada tanah garapannya. Berkali-kali ia menghentakkan cangkulnya ke tanah, lalu membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun. Setelah itu, ia pun bergegas kembali ke Dusun Kutei Donok hendak melihat anaknya yang telah meninggal dunia. Sesampainya di rumah, ia mendapati anaknya benar-benar sudah tidak bernyawa lagi.
Konon, tanah-tanah yang dibuang si Lidah Pahit itu membendung aliran Sungai Air Ketahun dan akhirnya membentuk sebuah danau besar yang diberi nama Danau Tes.
9. Batu Badak.
Batu yang menyerupai Badak hasil kutukan Si Lidah Pahit
Dari kisah legenda cerita rakyat sumatra bagian selatan, inilah salah satu jejak kisah si Si pahit Lidah di tanah rejang. Jejak lain kisah ini ada di desa batu belarik, bagian tanah rejang di kabupaten kepahiang.
Bisa di capai dengan mudah dari jalan raya, situs megalith ini berada di pinggir jalan, di desa Lawang agung, kecamatan Sindang Beliti Ulu. Lokasinya dinamakan tebing batu badak. Batu batu ini berada tepat di samping rumah penduduk.
Batu batu dekat batu badak yang di percaya orang rejang lembak sebagai anak anak badak yang di kutuk oleh Si Pahit Lidah.
Dikisahkan bahwa si pahit lidah melewati kawasan ini dan bertemu dengan segerombolan badak sumatra, beserta anak anaknya. Si pahit lidah bertanya arah jalan ke gerombolan badak yang menghalanginya. Karena tidak di jawab oleh Badak, Si pahit lidah marah dan berkata, “Jadilah kalian semuanya batu”. Karena kesaktianya, badak badak sumatra itu berikut anak anaknya menjadi batu.
10. Batu Jantan.
Di Kabupaten Tebo Propinsi Jambi, tepatnya Desa Sungai Landai. Ceritanya sedikit sekali, biasanya orang kampung menyebut “Batu Jantan” dan batu lainnya adalah perempuan “Batu Betino” Batu Betino tidak dapat di photo karena jaraknya jauh (1km ke utara). Menurut masyarakat setempat ini terkait dengan kisah Si Lidah Pahit.
11. Batu Berputar.
Wisata batu berputar ini terletak diarel perkebunan karet rakyat tepatnya di daerah Desa Batu Raja Bungin Kec. Bunga Mayang 11 KM dari Martapura, menurut cerita rakyat setempat batu ini jatuh dari langit dan sewaktu – waktu memancarkan cahaya seperti percikan api yang disebabkan oleh perputaran dua buah batu yang berlawanan arah. Sedangkan Tala Batu yang terletak di Kec.Buay Madang Timur 40KM dari Martapura. Menurut cerita masyarakat setempat merupakan sumpahan sipahit lidah, karena pada saat itu masyarakat setempat mengadakan pesta menyambut musim tanam padi dengan membawa alat – alat kesenian, karena penduduk lagi bepesta dan kurang perhatian dengan si pahit lidah maka dia murka dan disumpahnya menjadi batu.
Masih banyak lagi peninggalan yang dianggap bekas atau singgahi oleh serunting Sakti atau Si Lidah Pahit, semua berdasarkan kisah yang dihimpun dari berbagai versi daerah masing-masing.
Bismillahir rahmaanir rahiim…
Assalamu’alaikum kang malih jati
Wa’alaikum salam warohmatullahi wa barakaatuh
Ingkang pangeran akulah pangeran pati
Biso tedong biso si pahit lidah
Biso dibisakan kau oleh Allah ta’alaa
Aku dikuasakan aku waliyullah
Berkat laa ilaha ilallah muhammadur rasulullah…( sebut hajat kita )
Disebutkan bahwa kalimat itu berguna sebagai sambatan / wasilah tawasul atas sesuatu keperluan yang kita butuhkan. Selama kita meyakini dan tulus dalam ucapan, kalimat sederhanapun bisa menjadi mantra mujarab untuk jalan keluar yang kita butuhkan. Terlebih disaat kepepet.
Demikianlah Sepenggal kisah dari Serunting Sakti alias Si Pahit Lidah Alias Puyang Semidang, bila ada kekurangan harap di maklum karena penyusunan kisah ini di ambil dari berbagai sumber yang berbeda sesuai dari versi daerah yang bersangkutan.
Namun satu hal yang pasti, legenda Si Serunting atau Si Lidah Pahit menjadi salah satu legenda yang termasyur di belahan Sumatera bagian selatan, terutama di Bumi Besemah Libagh.
Dihimpun dari berbagai sumber …[http://radintemen.wordpress.com]
https://www.facebook.com/pages/Serunting-sakti/107840272622331
sejarah serunting sakty versi suku serawai
Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi terbesar kedua yang hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam di kabupaten Bengkulu Selatan, yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma, Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Suku Serawai mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke kabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Utara, dan sebagainya.
Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan, palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup.
Berdasarkan cerita para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul Serunting Sakti sendiri masih gelap, sebagian orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang datang ke Bengkulu melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, Serunting Sakti meminta sebuah daerah untuk didiaminya, dan oleh Raja Majapahit dia diperintahkan untuk memimpin di daerah Bengkulu Selatan. Ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari langit, ia turun ke bumi tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara Puyang Kepala Jurai dengan Puteri Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat cerita singkat mengenai seorang puteri yang bernama Puteri Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo Megat, yang memiliki dua orang anak yakni Rajo Mawang dan Puteri Senggang. Dalam tembo tersebut kisah mengenai Rajo Mawang terus berlanjut, sedangkan kisah Puteri Senggang terputus begitu saja. Hanya saja ada disebutkan bahwa Puteri Senggang terbuang dari keluarga Rajo Mawang.
Apabila kita simak cerita tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada hubungannya dengan kisah Puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa Puteri Senggang inilah yang disebut oleh orang Serawai dengan nama Puteri Tenggang. Dikisahkan bahwa Puyang Kepala Jurai yang sangat sakti jatuh cinta kepada Puteri Tenggang, tapi cintanya ditolak. Namun berkat kesaktiannya, Puyang Kepala Jurai dapat melakukan hubungan seksual dengan puteri Tenggang, tanpa disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat dari perbuatan ini Puteri Tenggang menjadi hamil. Setelah Puteri Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Puteri Tolak Merindu barulah terjadi pernikahan antara Putri Tenggang dengan Puyang Kepala Jurai, itupun dilakukan setelah Puteri Tolak Merindu dapat berjalan dan bertutur kata.
Setelah pernikahan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi memperoleh anak untuk jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala Jurai mengangkat tujuh orang anak, yaitu: Semidang Tungau, Semidang Merigo, Semidang Resam, Semidang Pangi, Semidang Babat, Semidang Gumay, dan Semidang Semitul. Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh seorang putera yang diberi nama Serunting. Serunting inilah yang kemudian menjadi Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting Sakti berputera tujuh orang, yaitu :
by Facebook Comment
Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh, kopi, kelapa, dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman pangan, palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup.
Sejarah
Asal-usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya. Asal-usul suku Serawai hanya diperoleh dari uraian atau cerita dari orang-orang tua. Sudah tentu sejarah tutur seperti ini sangat sukar menghindar dari masuknya unsur-unsur legenda atau dongeng sehingga sulit untuk membedakan dengan yang bernilai sejarah. Ada satu tulisan yang ditemukan di makam Leluhur Semidang Empat Dusun yang terletak di Maras, Talo. Tulisan tersebut ditulis di atas kulit kayu dengan menggunakan huruf yang menyerupai huruf Arab kuno. Namun sayang sekali sampai saat ini belum ada di antara para ahli yang dapat membacanya.Berdasarkan cerita para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal-usul Serunting Sakti sendiri masih gelap, sebagian orang mengatakan bahwa Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang datang ke Bengkulu melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, Serunting Sakti meminta sebuah daerah untuk didiaminya, dan oleh Raja Majapahit dia diperintahkan untuk memimpin di daerah Bengkulu Selatan. Ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari langit, ia turun ke bumi tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara Puyang Kepala Jurai dengan Puteri Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat cerita singkat mengenai seorang puteri yang bernama Puteri Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo Megat, yang memiliki dua orang anak yakni Rajo Mawang dan Puteri Senggang. Dalam tembo tersebut kisah mengenai Rajo Mawang terus berlanjut, sedangkan kisah Puteri Senggang terputus begitu saja. Hanya saja ada disebutkan bahwa Puteri Senggang terbuang dari keluarga Rajo Mawang.
Apabila kita simak cerita tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada hubungannya dengan kisah Puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa Puteri Senggang inilah yang disebut oleh orang Serawai dengan nama Puteri Tenggang. Dikisahkan bahwa Puyang Kepala Jurai yang sangat sakti jatuh cinta kepada Puteri Tenggang, tapi cintanya ditolak. Namun berkat kesaktiannya, Puyang Kepala Jurai dapat melakukan hubungan seksual dengan puteri Tenggang, tanpa disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat dari perbuatan ini Puteri Tenggang menjadi hamil. Setelah Puteri Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Puteri Tolak Merindu barulah terjadi pernikahan antara Putri Tenggang dengan Puyang Kepala Jurai, itupun dilakukan setelah Puteri Tolak Merindu dapat berjalan dan bertutur kata.
Setelah pernikahan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi memperoleh anak untuk jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala Jurai mengangkat tujuh orang anak, yaitu: Semidang Tungau, Semidang Merigo, Semidang Resam, Semidang Pangi, Semidang Babat, Semidang Gumay, dan Semidang Semitul. Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh seorang putera yang diberi nama Serunting. Serunting inilah yang kemudian menjadi Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting Sakti berputera tujuh orang, yaitu :
- Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang Alas), Bengkulu Selatan;
- Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat;
- Serampu Rayo, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT);
- Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
- Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
- Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat;
- Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.
Definisi Serawai
Kata Serawai sendiri masih belum jelas artinya, sebagian orang mengatakan bahwa Serawai berarti "satu keluarga", hal ini tidak mengherankan apabila dilihat rasa persaudaraan atau kekerabatan antar sesama suku Serawai sangat kuat (khususnya mereka yang menumpang hidup di komunitas suku bangsa lainnya/merantau). Selain itu ada pula tiga pendapat lain mengenai asal kata Serawai, yaitu :- Serawai berasal dari kata Sawai yang berarti cabang. Cabang di sini maksudnya adalah cabang dua buah sungai yakni sungai Musi dan sungai Seluma yang dibatasi oleh bukit Campang;
- Serawai berasal dari kata Seran. Kata Seran sendiri bermakna celaka, hal ini dihubungkan dengan legenda anak raja dari hulu yang dibuang karena terkena penyakit menular. Anak raja ini dibuang ke sungai dan terdampar di muara, kemudian di situlah anak raja tersebut membangun negeri.
- Serawai berasal dari kata Selawai yang berarti gadis atau perawan. Pendapat ini berdasarkan pada cerita yang mengatakan bahwa suku Serawai adalah keturunan sepasang suami-istri. Sang suami berasal dari Rejang Sabah (penduduk asli pesisir pantai Bengkulu) dan istrinya adalah seorang puteri atau gadis yang berasal dari Lebong. Dalam bahasa Rejang dialek Lebong, puteri atau gadis disebut Selaweie. Kedua suami-isteri ini kemudian beranak-pinak dan mendirikan kerajaan kecil yang oleh orang Lebong dinamakan Selawai.
Aksara Serawai
Suku bangsa Serawai juga telah memiliki tulisan sendiri. Tulisan itu, seperti halnya aksara Kaganga, disebut oleh para ahli dengan nama huruf Rencong. Suku Serawai sendiri menamakan tulisan itu sebagai Surat Ulu. Susunan bunyi huruf pada Surat Ulu sangat mirip dengan aksara Kaganga. Oleh sebab itu, tidak aneh apabila pada masa lalu para pemimpin-pemimpin suku Rejang dan Serawai dapat saling berkomunikasi dengan menggunakan bentuk-bentuk tulisan ini.tempoyak kedurang
Tempoyak adalah bumbu masakan yang berasal dari buah durian
yang difermentasi. Dapat dimakan langsung, menjadi bumbu masakan atau
bisa juga menjadi teman nasi.
Siapkan daging durian bisa durian lokal atau bisa juga menggunakan durian monthong namun kurang bagus karena terlalu banyak gas dan air.
Pilih yang sudah masak benar, biasanya yang sudah nampak berair. Pisahkan daging dari biji. Beri garam sedikit. Bisa ditambah cabe rawit yang bisa mempercepat proses fermentasi. Namun proses fermentasi tidak bisa terlalu lama karena akan mempengaruhi rasa akhir.
Simpan dalam tempat yang tertutup rapat. Usahakan disimpan dalam suhu ruangan. Bisa juga dimasukkan ke dalam kulkas (bukan freezernya) namun fermentasi akan berjalan lebih lambat.
Tempoyak yang berumur 3-5 hari cocok untuk dibuat sambal karena sudah masam namun masih ada rasa manis di sana.
by Facebook Comment
Siapkan daging durian bisa durian lokal atau bisa juga menggunakan durian monthong namun kurang bagus karena terlalu banyak gas dan air.
Pilih yang sudah masak benar, biasanya yang sudah nampak berair. Pisahkan daging dari biji. Beri garam sedikit. Bisa ditambah cabe rawit yang bisa mempercepat proses fermentasi. Namun proses fermentasi tidak bisa terlalu lama karena akan mempengaruhi rasa akhir.
Simpan dalam tempat yang tertutup rapat. Usahakan disimpan dalam suhu ruangan. Bisa juga dimasukkan ke dalam kulkas (bukan freezernya) namun fermentasi akan berjalan lebih lambat.
Tempoyak yang berumur 3-5 hari cocok untuk dibuat sambal karena sudah masam namun masih ada rasa manis di sana.
Objek Wisata Gua Suluman Kedurang
Objek wisata ini berbentuk gua ini terkenal dengan nama Suluman Ulu Kedurang,letaknya persis di hulu sungai Kedurang, tepatnya di Desa Batu Ampar. Tempat ini baru dapat di capai setelah separuh perjalanannya kita lalui dengan angkutan umum sampai desa Palak Siring kemudian dianjutkan dengan berjalan kaki menuju desa Batu Ampar.
by Facebook Comment
Banyak hal yang dapat di lihat di sini. Pemandangannya yang indah, guanya yang unik dengan sarang burung walletnya, juga ikan - ikannya. Bila di hilir sungai kita menemukan ikan yang dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai ikan mungkus berukuran kecil-kecil namun di tempat ini kita akan menemukan ikan mungkus yang ukurannya jauh lebih besar begitu juga dengan sejenis ikan yang sering di sebut Pelus.
Bentuknya panjang dan licin seperti belut, namun dengan ukuran yang jauh lebih besar. Benar - benar tempat yang indah dan menyenangkan. Di sini kita bisa berkemah dan memancing ikan ikan dengan tenang kemudian membakar ikan hasil pancingan itu sambil beramah tamah, bersenda gurau dan menjalin keakraban dalam suasana yang sangat santai.
Bunga Rafflesia Arnoldi, Asli Indonesia
Sejarah : Bunga rafflesia arnoldi.penemuan bunga raksasa raflesia pada tahun 1930 oleh seorang ahli biologi dari belanda telah membawa nama harum bagi daerah yang mempunyai habitat raflesia.
Akhirnya, penemuan tersebut dipatenkan atas nama penemuannya, arnoldi dan kemudian hari bunga raksasa itu lebih dikenal dengan nama raflesia arnoldi.
Oleh karena penemuan itu pulalah sebuah jorong yang bernama batang palupuh di nagari koto rantang kecamatan palupuh masuk dalam buku pemandu internasional antara lain, di thailand, malaysia atau eropa, australia dan amerika, nama bunga raksasa tersebut dapat diketahui dan ditemui di palupuh dan satu lagi di kawasan bengkulu.
Menurut perjalanan sang pakar biologi tersebut menemukan bunga itu di palupuh dan bengkulu. Sejak itu pulalah sekitar 3,4 ha hutan di batang palupuh agam itu dijadikan hutan cagar alam sesuai keputusan pemerintah belanda no.3 stbl. No.402 tanggal 14/11/1930. Bunga ini hanya akan muncul pada bulan november saja.
Rafflesia yang banyak dikenal masyarakat adalah jenis Raflesia Arnoldi. Jika ingin melihat bunga Raflesia Arnoldi yang telah menjadi ikon Kabupaten Kepahyang ini tidaklah dapat ditemukan di sembarangan tempat. Karena tanaman ini sangat sulit tumbuh. Tanaman ini hanya dapat tumbuh jika ada tanaman inangnya yaitu Family Liana Sp. Raflesia Arnoldi banyak tumbuh pada kawasan hutan primer yang belum mengalami pengolahan lahan. Bunga Raflesia Arnoldi tidak memiliki daun dan batang sehingga sulit juga untuk di kelaskan ke tanaman tingkat tinggi, namun Bunga Raflesia Arnoldi dapat dikatakan tanaman tinggi karena tanaman ini hanya memiliki bunga tapi dapat menghasilkan biji. Sebagai keturunan Bengkulu asli, saya sudah mengenal bunga Raflesia Arnoldi dengan baik dan juga menyaksikan disaat bunga ini mekar. Pada t penutup tahun 2007 bunga langka Raflesia Arnoldi mulai memasuki musim mekar.
Padma raksasa (rafflesia arnoldii) merupakan tumbuhan parasit obligat yang terkenal karena memiliki bunga berukuran sangat besar, bahkan merupakan bunga terbesar di dunia. Ia tumbuh di jaringan tumbuhan merambat (liana) tetrastigma dan tidak memiliki daun sehingga tidak mampu berfotosintesis. Tumbuhan ini endemik di pulau sumatera, terutama bagian selatan (bengkulu, jambi, dan sumatera selatan). Taman nasional kerinci seblat merupakan daerah konservasi utama spesies ini. Jenis ini, bersama-sama dengan anggota genus rafflesia yang lainnya, terancam statusnya akibat penggundulan hutan yang dahsyat. Di pulau jawa tumbuh hanya satu jenis patma parasit, rafflesia patma.
Bunga merupakan parasit tidak berakar, tidak berdaun, dan tidak bertangkai. Diameter bunga ketika sedang mekar bisa mencapai 1 meter dengan berat sekitar 11 kilogram. Bunga menghisap unsur anorganik dan organik dari tanaman inang tetrastigma. Satu-satunya bagian yang bisa disebut sebagai “tanaman” adalah jaringan yang tumbuh di tumbuhan merambat tetrastigma. Bunga mempunyai lima daun mahkota yang mengelilingi bagian yang terlihat seperti mulut gentong. Di dasar bunga terdapat bagian seperti piringan berduri, berisi benang sari atau putik bergantung pada jenis kelamin bunga, jantan atau betina. Hewan penyerbuk adalah lalat yang tertarik dengan bau busuk yang dikeluarkan bunga. Bunga hanya berumur sekitar satu minggu (5-7 hari) dan setelah itu layu dan mati. Presentase pembuahan sangat kecil, karena bunga jantan dan bunga betina sangat jarang bisa mekar bersamaan dalam satu minggu, itu pun kalau ada lalat yang datang membuahi.
Perbedaan R. Arnoldi dengan Bunga Bangkai : Secara umum Ciri khas yang membedakan Raflesia Arnoldi dengan bunga bangkai yaitu bentuk kelopaknya yang lebar tapi tidak meninggi dan berwarna merah. Pada saat Raflesia Arnoldi mekar, diameter bunga ini bisa mencapai ± 1 meter dan tinggi ± 50 cm. Raflesia Arnoldi tidak memiliki akar, tangkai, maupun daun. Bunganya memiliki 5 kelopak . Pada dasar bunga yang berbentuk gentong terdapat benang sari atau putik, tergantung jenis kelamin bunga. Keberadaan putik dan benang sari yang tidak dalam satu rumah membuat presentase pembuahan kecil karena membutuhkan bantuan dari luar ( serangga, angin, air, dan manusia ), hal ini disebabkan belum tentu dua bunga berbeda kelamin tumbuh dalam waktu bersamaan di tempat yang berdekatan. Masa pertumbuhan bunga ini memakan waktu sampai 9 bulan, tetapi masa mekarnya hanya ± 1 minggu. Setelah itu Raflesia Arnoldi akan layu dan akhirnya mati.
Paling tidak ditemukan lima kuntum bunga tengah mekar di kawasan hutan lindung Register 5 Bukit Daun, Taba Penanjung, Bengkulu Utara, sekitar 52 km sebelah timur Kota Bengkulu. Lokasi mekar bunga ini ternyata berada persis di pinggir jalan nasional Bengkulu – Kepahiang – Curup – Lubuk Linggau. Sehingga banyak wisatawan lokal maupun wisatawan luar kota yang berbondong – bondong mendokumentasikan mekarnya bunga langka ini. Bunga raksasa, Raflesia Arnoldi pertama kali ditemukan oleh Ilmuan berasal dari Inggris Thomas Stanford Raffles dan ahli botani Arnol pada tahun 1818 di kawasan hutan di Manna, wilayah Bengkulu Selata, sehingga bunga ini pun di beri nama Raflesia Arnoldi.
sumber : http://sejarah.kompasiana.com/2011/05/15...indonesia/
by Facebook Comment
Akhirnya, penemuan tersebut dipatenkan atas nama penemuannya, arnoldi dan kemudian hari bunga raksasa itu lebih dikenal dengan nama raflesia arnoldi.
Oleh karena penemuan itu pulalah sebuah jorong yang bernama batang palupuh di nagari koto rantang kecamatan palupuh masuk dalam buku pemandu internasional antara lain, di thailand, malaysia atau eropa, australia dan amerika, nama bunga raksasa tersebut dapat diketahui dan ditemui di palupuh dan satu lagi di kawasan bengkulu.
Menurut perjalanan sang pakar biologi tersebut menemukan bunga itu di palupuh dan bengkulu. Sejak itu pulalah sekitar 3,4 ha hutan di batang palupuh agam itu dijadikan hutan cagar alam sesuai keputusan pemerintah belanda no.3 stbl. No.402 tanggal 14/11/1930. Bunga ini hanya akan muncul pada bulan november saja.
Rafflesia yang banyak dikenal masyarakat adalah jenis Raflesia Arnoldi. Jika ingin melihat bunga Raflesia Arnoldi yang telah menjadi ikon Kabupaten Kepahyang ini tidaklah dapat ditemukan di sembarangan tempat. Karena tanaman ini sangat sulit tumbuh. Tanaman ini hanya dapat tumbuh jika ada tanaman inangnya yaitu Family Liana Sp. Raflesia Arnoldi banyak tumbuh pada kawasan hutan primer yang belum mengalami pengolahan lahan. Bunga Raflesia Arnoldi tidak memiliki daun dan batang sehingga sulit juga untuk di kelaskan ke tanaman tingkat tinggi, namun Bunga Raflesia Arnoldi dapat dikatakan tanaman tinggi karena tanaman ini hanya memiliki bunga tapi dapat menghasilkan biji. Sebagai keturunan Bengkulu asli, saya sudah mengenal bunga Raflesia Arnoldi dengan baik dan juga menyaksikan disaat bunga ini mekar. Pada t penutup tahun 2007 bunga langka Raflesia Arnoldi mulai memasuki musim mekar.
Padma raksasa (rafflesia arnoldii) merupakan tumbuhan parasit obligat yang terkenal karena memiliki bunga berukuran sangat besar, bahkan merupakan bunga terbesar di dunia. Ia tumbuh di jaringan tumbuhan merambat (liana) tetrastigma dan tidak memiliki daun sehingga tidak mampu berfotosintesis. Tumbuhan ini endemik di pulau sumatera, terutama bagian selatan (bengkulu, jambi, dan sumatera selatan). Taman nasional kerinci seblat merupakan daerah konservasi utama spesies ini. Jenis ini, bersama-sama dengan anggota genus rafflesia yang lainnya, terancam statusnya akibat penggundulan hutan yang dahsyat. Di pulau jawa tumbuh hanya satu jenis patma parasit, rafflesia patma.
Bunga merupakan parasit tidak berakar, tidak berdaun, dan tidak bertangkai. Diameter bunga ketika sedang mekar bisa mencapai 1 meter dengan berat sekitar 11 kilogram. Bunga menghisap unsur anorganik dan organik dari tanaman inang tetrastigma. Satu-satunya bagian yang bisa disebut sebagai “tanaman” adalah jaringan yang tumbuh di tumbuhan merambat tetrastigma. Bunga mempunyai lima daun mahkota yang mengelilingi bagian yang terlihat seperti mulut gentong. Di dasar bunga terdapat bagian seperti piringan berduri, berisi benang sari atau putik bergantung pada jenis kelamin bunga, jantan atau betina. Hewan penyerbuk adalah lalat yang tertarik dengan bau busuk yang dikeluarkan bunga. Bunga hanya berumur sekitar satu minggu (5-7 hari) dan setelah itu layu dan mati. Presentase pembuahan sangat kecil, karena bunga jantan dan bunga betina sangat jarang bisa mekar bersamaan dalam satu minggu, itu pun kalau ada lalat yang datang membuahi.
Perbedaan R. Arnoldi dengan Bunga Bangkai : Secara umum Ciri khas yang membedakan Raflesia Arnoldi dengan bunga bangkai yaitu bentuk kelopaknya yang lebar tapi tidak meninggi dan berwarna merah. Pada saat Raflesia Arnoldi mekar, diameter bunga ini bisa mencapai ± 1 meter dan tinggi ± 50 cm. Raflesia Arnoldi tidak memiliki akar, tangkai, maupun daun. Bunganya memiliki 5 kelopak . Pada dasar bunga yang berbentuk gentong terdapat benang sari atau putik, tergantung jenis kelamin bunga. Keberadaan putik dan benang sari yang tidak dalam satu rumah membuat presentase pembuahan kecil karena membutuhkan bantuan dari luar ( serangga, angin, air, dan manusia ), hal ini disebabkan belum tentu dua bunga berbeda kelamin tumbuh dalam waktu bersamaan di tempat yang berdekatan. Masa pertumbuhan bunga ini memakan waktu sampai 9 bulan, tetapi masa mekarnya hanya ± 1 minggu. Setelah itu Raflesia Arnoldi akan layu dan akhirnya mati.
Paling tidak ditemukan lima kuntum bunga tengah mekar di kawasan hutan lindung Register 5 Bukit Daun, Taba Penanjung, Bengkulu Utara, sekitar 52 km sebelah timur Kota Bengkulu. Lokasi mekar bunga ini ternyata berada persis di pinggir jalan nasional Bengkulu – Kepahiang – Curup – Lubuk Linggau. Sehingga banyak wisatawan lokal maupun wisatawan luar kota yang berbondong – bondong mendokumentasikan mekarnya bunga langka ini. Bunga raksasa, Raflesia Arnoldi pertama kali ditemukan oleh Ilmuan berasal dari Inggris Thomas Stanford Raffles dan ahli botani Arnol pada tahun 1818 di kawasan hutan di Manna, wilayah Bengkulu Selata, sehingga bunga ini pun di beri nama Raflesia Arnoldi.
sumber : http://sejarah.kompasiana.com/2011/05/15...indonesia/
Pantai kedurang
Pantai Muara Kedurang letaknya persis di jalur simpang tiga antara Kota Manna, Jalur lintas barat Sumatera ( arah Padang Guci ) dan wilayah Kedurang. Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, Indonesia
Pantai Muara Kedurang merupakan salah satu objek wisata andalan kabupaten Bengkulu Selatan, pantai ini sangat ramai di kunjungi oleh muda-mudi terutama yang tinggal di sekitar kabupaten Bengkulu Selatan terutama pada hari minggu dan hari raya besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
by Facebook Comment
Pantai Muara Kedurang merupakan salah satu objek wisata andalan kabupaten Bengkulu Selatan, pantai ini sangat ramai di kunjungi oleh muda-mudi terutama yang tinggal di sekitar kabupaten Bengkulu Selatan terutama pada hari minggu dan hari raya besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Tarian Sunah Rasul,kedurang
Masyarakat Kedurang memiliki kebudayaan yang apik. Ada sebuah tradisi bagi masyarakat Kedurang yang memiliki anak perempuan yang akan beranjak remaja. Biasanya anak perempuan yang melakukan tarian ini berusia enam sampai tujuh tahun. Tarian ini dilakukan anak perempuan tersebut dengan dibantu oleh seorang nenek yang dianggap sesepuh keluarganya. Nenek tersebut membimbing si anak melakukan tarian berupa mengelilingi tunas kelapa sebanyak tujuh kali.
Anak perempuan yang melakukan tarian Sunah Rasul tersebut menggunakan pakaian adat Kedurang yang berupa kebaya berbahan beludru berwarna merah dan memakai hiasan di kepala yang telah disanggul. Penari yang berjumlah satu orang itu juga menggunakan selendang yang diletakkan di kedua tangan dengan posisi seperti orang islam berdoa. Kemudian anak tersebut mengelilingi tunas kelapa sebanyak tujuh kali.
Setelah itu penari melemparkan beras dan uang receh yang telah disiapkan keluarga. Uang receh dan beras tersebut dihamburkan bersama-sama ke udara. Di depan penari yang melemparkan beras dan uang receh tersebut, telah berkumpul anak-anak sebayanya yang menunggu uang receh tersebut jatuh ke tanah. Anak-anak kecil tersebut berebutan mengambil uang receh yang berserakan di tanah.
Maksud dari tarian ini adalah agar anak perempuan tersebut berguna nantinya seperti psebatang pohon kelapa. Menghamburkan beras maksudnya adalah agar mudah mendapatkan jodoh, kata mereka “luk ayam ngarapka beghas” maksudnya adalah gadis kecil tadi laksana beras yang banyak diminati ayam (pria). Kemudian uang receh yang dimaksudkan agar anak tersebut makmur nantinya.
Gadis Kedurang Telinga Lafadz Allah
GRISELDA EVELYN QUINA PUTRI RAFFLESIA |
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.440480582641658.97483.100000391608893&type=3
NAYLA SHALSABILLA PUTRI RAFFLESIA
Langganan:
Postingan (Atom)